Kamis, 09 Juni 2011

Wanita yang mampu orgasme sebanyak 200 kali setiap hari


Nama wanita ini, Sarah Carmen berumur 24 tahun tinggal di UK.. Merupakan wanita yang luar biasa karena dapat dengan mudah mendapat rangsangan dari hampir semua hal sehingga mampu orgasme sebanyak 200 kali dalam sehari. Bayangkan!

Kondisi ini disebut Sexual Arousal Syndrome (PSAS) yang menyebabkan meningkatnya aliran darah ke organ kelamin. Sarah mengatakan sesekali dia melakukan banyak hubungan sex untuk sekedar menenangkan dirinya dan bagi pihak pria tampaknya tidak perlu bersusah payah karena Sarah dapat mencapai klimaks dengan mudahnya.

Apakah buah2an/sayur2an ini termasuk PORNOGRAPHY ?



Ini bukan sembarang cabe, tapi sangat mirip dgn cabenya LELAKI....

object adalah netral.... semoga tidak kena sensor, karna itu ciptaan alam...

ada yg tau per kilo harganya berapa ya ? dan apakah rasanya lebih pedas ?

Re: Believe it or NOT (yg aneh, unik dan ABnormal tapi nyata). Mengerikan..Lidah Dikasih Resleting




Ngiluuu liatnyaaaa

Mengumbar Seks di Tengah Kemacetan Jabodetabek


ilustrasi - Istimewa
Kemacetan di wilayah Jabodetabek yang kian parah setiap harinya dikarenakan pertumbuhan kendaraan yang begitu pesat ternyata ada sisi berbeda untuk urusan pacaran.

Dari pantaun Berita8.com selama satu minggu (22-29/4/2011) di Tol Cawang - Tol Jagorawi arah Bogor dan juga Jalan Rasuna Said, Kuningan Jakarta ada sekitar 11 kendaraan roda empat yang terpantau terlihat bercumbu saat menyetir.

Rata-rata para pasangan bercumbu di kendaraan saat macet tersebut terlihat menikmati kemesraan ditengah kemacetan, bahkan banyak yang tidak perduli mata orang memandang ke arah mereka.

Sementara itu, WR (29) mengaku sering bercumbu ditengah kemacetan saat jam pulang kantor,"Kalau sama pacar paling hanya mencium, ngobrol mesra, dan lebih menikmati," kata pegawai kantor swasta di Jalan Rasuna Said, Jum'at (29/4/2011) di sebuah kafe tempat peristirahatan tol.

Namun ada pengakuan darinya teman sekantornya sering membawa pasangan tidak resmi saat pulang kantor hanya sekedar menemani atau kencan di jalan khususnya saat macet di tol.

"Kalau teman gue sering tuh, bawa TTM saat pulang kantor, jalan macet jadi ajang bercumbu hahahaha, dia rumahnya di daerah Sentul," katanya.

Ditanya untuk sekedar gaya hidup atau tren baru dikalangan pengguna kendaraan roda empat dirinya mengelak,"Kalau jadi tren gue ngga tau, tapi memang sering ada yang seperti itu, ya kan," tanya balik.(sim/faz/btt/bag)

Wanita Brazil Diperbolehkan Mansturbasi di Kantor


ilustrasi/istimewa

Ana Catarian Bezerra, wanita berusia 36 tahun yang bekerja sebagai seorang akuntan di Brazil diperbolehkan secara hukum untuk mansturbasi di tempat kerja dan menonton film porno, demikian laporan hakim Brazil.

Seperti dilansir Aol.com, Bezerra menderita ketidakseimbangan kimia yang memicu kecemasan berat dan hypersexuality, menurut berita virus.

Untuk meredam kegelisahannya, Bezerra harus sering masturbasi, menurut Guanabee.com.

"Saya punya keperibadian begitu buruknya sehingga saya akan dapat masturbasi sampai 47 kali sehari," katanya." "Saat itulah aku meminta bantuan, aku tahu itu tidak normal."

Setelah memenangkan pertempuran pengadilan dan mencari bantuan profesional, Bezerra secara hukum berhak untuk menggabungkan pekerjaan dengan kesenangan.

Dokternya juga telah memberikan koktail medisnya obat penenang yang telah mengurangi kebutuhannya untuk masturbasi sampai sekitar 18 kali sehari.

Perawan Tak Selalu Keluar Darah di Malam Pertama

Ist/Internet

Banyak orang yang mengartikan jika tanda-tanda masih perawan ialah keluarnya darah di malam pertama saat suami istri berhubungan badan.

Bagi para suami jangan terlalu berpandang negatif. Sebab faktanya, pembicaraan mengenai selaput dara dan keperawanan ini seringkali tidak disertai pemahaman yang benar karena masih sangat terpaku pada mitos.

Seperti dikutip Inilah, berikut ini fakta dan mitos masalah selaput dara:

Mitos: Setiap perempuan dilahirkan memiliki selaput dara.

Fakta: Tidak semua perempuan lahir dengan selaput dara pada vaginanya. Penelitian menunjukkan beberapa bayi perempuan lahir tanpa selaput dara.

Mitos: Selaput dara bentuknya sama pada tiap perempuan seperti selaput tipis tanpa lubang.

Fakta: Salah! Seperti manusia memiliki wajah berbeda, demikian juga selaput dara. Selaput dara memiliki lubang atau pori yang bentuknya bervariasi. Lubang pada selaput dara dapat bertambah lebar setelah seorang gadis mengalami menstruasi pertama kali.

Mitos: Selaput dara yang robek berarti pemiliknya sudah pernah melakukan hubungan seksual alias tidak perawan lagi.

Fakta: Tidak selalu demikian. Selaput dara merupakan selaput kulit tipis yang dapat meregang dan robek karena beberapa hal, misalnya hubungan seks, penggunaan tampon (pembalut) atau olahraga tertentu. Elastisitas dan ketebalan selaput dara amat bervariasi pada orang yang berbeda.

Mitos: Hubungan seks pertama kali selalu ditandai keluarnya darah dari vagina.

Fakta: Tidak selalu. Darah yang keluar dari vagina setelah berhubungan seks pertama kali timbul karena terjadi peregangan dan perobekan pada selaput dara. Karena selaput dara ini merupakan selaput kulit yang juga memiliki pembuluh darah, apabila robekan terjadi pada bagian yang ada pembuluh darah maka terjadi perdarahan.

Mitos: Operasi pembuatan selaput dara diperlukan bagi gadis-gadis yang akan menikah, namun selaput daranya tidak utuh lagi.

Fakta: Operasi pemulihan selaput dara selalu menimbulkan pro dan kontra . sebetulnya bila semua orang sudah memiliki pemahaman tentang selaput dara seperti uraian di atas, operasi itu sama sekali tidak diperlukan.

Tips Buat Mrs V Terhindar dari Bau

Ist/Internet

Anda tentu tak ingin suami mengeluh setelah berhubungan intim, akibat tak merasakan kenikmatan. Padahal, layanan yang diberikan Anda sudah cukup jreng.

Jangan keburu sedih, bisa jadi itu akibat dari vagina Anda yang dirasakan kurang mencengkram oleh Mr 'P' suami.

Atau bisa jadi juga itu disebabkan vagina Anda mengeluarkan bau yang kurang sedap sehingga suami kurang nyaman.

Kalau memang itu yang terjadi, jangan cepat putus asa. Ada beberapa cara mengatasi hal itu.

Misalnya, sesudah melakukan hubungan seks jangan lupa mencuci vagina dengan sabun pembersih khusus. Gantilah celana dalam sekurang-kurangnya 2-3 kali sehari.

Sebaiknya celana dalam yang digunakan terbuat dari bahan katun yang menyerap keringat. Tidak mengenakan celana berbahan nilon, jins, dan kulit yang terlalu ketat. Bila menggunakan panty liner, sebaiknya selama 2-3 jam saja.

Bagi wanita yang pernah berhubungan seksual dan melahirkan, setidaknya lakukan pap smear sekali setahun. Untuk mereka yang sudah menopause, lakukan 2-3 tahun sekali.

Desa Berumur 2.500 Tahun Ditemukan di China



Ist/Internet

Para arkeolog menemukan reruntuhan desa kuno berumur paling tidak 2.500 tahun di lokasi penggalian di Propinsi Yunnan, China barat-daya.

Para peneliti dari Yunnan Institute of Heritage and Archeology menemukan reruntuhan 20 rumah, antara 15 dan 25 meter persegi dan dibangun masing-masing dalam empat baris, di kota kecil Chengjiang, kata Jiang Zhilong, seorang arkeolog dengan tim penggaliannya.

Di dalam rumah-rumah purba itu arkeolog menemukan potongan-potongan gerabah, perunggu dan menggunakan batu serta tulang hewan sebagai alat, kata jiang Zhilong seperti dikutip Xinhua, Rabu.

Lebih lanjut dia mengatakan sebagian besar reruntuhan adalah perumahan, tetapi beberapa lain mungkin merupakan bengkel kerja.

Jiang dan rekan-rekan timnya juga menemukan 20 makam dekat rumah-rumah itu, beberapa di antaranya memiliki tulang manusia di dalamnya.

Situs tersebut pertama kali ditemukan pada tahun 2009 dan mencakup setidaknya lahan seluas 10.000 meter persegi.

Tahap pertama penggalian dimulai pada akhir tahun lalu, meliputi lahan 1.900 meter persegi. Penggalian diharapkan segera berakhir.

Tengkorak Monna Lisa Ditemukan


Monna Lisa/Int
Sejumlah arkeolog di Firenze, Italia, telah menemukan tengkorak yang diyakini peninggalan seorang nigrat yang diabadikan dalam lukisan "Mona Lisa", maha karya yang dilukis oleh Leonardo Da Vinci 500 tahun lalu.

Penggalian dilaksanakan pada awal bulan ini di tempat yang sebelumnya merupakan biara Saint Orsola, tepatnya di makam Lisa Gherardini -- istri dari pedagang sutra yang kaya Francesco del Gioncondo -- setelah kematiannya pada Juli 1542 di usia 63 tahun.

Makam tersebut berisi tulang belulang perempuan dewasa yaitu beberapa bagian dari tengkorak dan tulang pinggul telah diangkat, kata koordinator penggalian Giorgio Gruppioni.

"Tengkorak dan tulang pinggul telah rusak karena beban tanah," katanya, yang juga seorang profesor arkeologi dari Universitas Bologna.

Beberapa bagian tengkorak dan tulang pinggul harus terlebih dahulu diangkat sebelum para arkeolog dapat memastikan jenis kelamin tulang belulang tersebut, katanya.

Bila mereka menemukan tengkorak tersebut, sekelompok ilmuwan itu dapat reka ulang kemungkinan wajah dari perempuan itu, membandingkan dengan potret di lukisan terkenal itu dan menguak identitas Mona Lisa yang menjadi misteri selama beberapa abad.

Para ahli sejarah itu akan membandingkan DNA dengan kedua anaknya yang terkubur di gereja Santissima Annunziata, Firenze, untuk membuktikan identitasnya, meski sebagian pakar mengatakan lukisan potret terakhir Da Vinci merupakan ilustrasi dari beberapa wajah lain.

Maha karya Da Vinci tergantung di balik kaca anti-peluru dalam museum Louvre di Paris.

Kebanyakan pakar sejarah sepakat bahwa perempuan dengan senyum penuh misteri yang tergambar pada lukisan itu merupakan Del Giocondo, yang menjadi biarawati setelah kematian suaminya.

Wayang Wong Betawi, Entong Nisan Kidalang



ilustrasi - bukan yang dimaksud/dok Berita8.com
Secara umum penampilan Wayang Wong Betawi sama seperti wayang orang di daerah lain. Status pemain pada umumnya juga bisa amatir, oleh karena itu nampak persiapan propertinya lebih sederhana.

Pada penyajian Wayang Wong Betawi, panggung biasanya dibagi menjadi dua bagian, disebelah belakang dipakai untuk dalang serta penabuh gamelan dan para pemain, sedangkan bagian depan adalah tempat Wayang Wong bermain.

Batas pemisah antara tempat dalang dengan tempat Wayang Wong bermain adalah dekor transparan yang dimaksudkan untuk melihat gerak gerik pemain.

Disebelah kiri dan kanan dekor ada pintu dari kain, dimaksudkan sebagai tempat keluar masuknya pemain. Kostum pemain disesuaikan dengan peran yang dibawakan, meskipun sederhana.

Masing-masing pemain memakai Topeng (Kedok) sesuai dengan karakter wayang yang dimaksud. Biasanya disamping pakaian yang lainnya, setiap pemain memakai kaos kaki.

Diantara Dalang Wayang Wong Betawi adalah Entong Nisan dari kelompok Gentong Putra, Kelurahan Susukan Pasar Rebo Jakarta Timur. Kini pergelaran Wayang Wong Betawi sudah sangat jarang kita saksikan demikian pula regenarasi dalangnya tidak terjadi.(Dok Jakarta.go.id)

Orang Betawi: Kampungnya Ilang diambil Orang ?



Khouw Kim An (1910-1942
Sebaris lirik dalam lagu pembuka sinetron "Pepesan Kosong" karya Ali Shahab yang ditayangkan TPI pada paruh pertama dekade 1990-an—" kampungnya ilang diambil orang" — menggugah pemikiran saya sebagai anak Betawi yang kebetulan sedikit-sedikit bisa menulis. Siapa yang mengambil kampung orang Betawi?

SOEKARNO, SOEHARTO, DAN ORANG BETAWI

Mempelajari kasus-kasusnya, baik yang terekam dalam ingatan pribadi melalui perantaraan mata maupun berdasarkan kabar yang disiarkan media komunikasi massa dan penuturan lisan orang-orang tua, tersimpulkan secara nyata bahwa hilangnya kampung-kampung orang Betawi di Jakarta secara perlahan-lahan setelah usainya masa revolusi fisik terjadi lantaran tiga sebab: Tindakan zalim penguasa, kerakusan pihak pengembang perumahan, dan kesediaan orang Betawi sendiri untuk melepas tanahnya. Antara sebab pertama dengan sebab kedua, sangat dapat dipastikan pendukung keberhasilannya lantaran sebuah kekuatan yang sama: Aparat keamanan.

Kezaliman penguasa negeri ini terhadap orang Betawi terjadi sejak jaman Orde Lama dimana Soekarno (1901-1970) yang dianggap "manusia setengah dewa" itu duduk sebagai pucuk pimpinannya. Ia misalnya, untuk menyebut salahsatu saja, mengidekan penggusuran empat kampung bernama Senayan, Petunduan, Kebun Kelapa, dan sebagian  Bendungan Hilir, demi ambisinya membangun sebuah kompleks olahraga lengkap dengan lapangannya yang besar dan megah untuk menghadapi Asian Games ke-IV, Agustus 1962.[1] Pemilihan kawasan seluas 270 hektar itu konon telah direncanakan sejak tahun 1960 dengan alasan bahwa saat itu Jakarta belum memiliki sarana olahraga yang besar dan mewah, terlebih yang mampu menampung atlet dari 58 negara di Asia. Maka berdirilah Gelora Senayan dengan sarana-sarana pendukungnya.

Adapun orang Betawi yang menjadi penghuninya digusur dengan sangat semena-mena dengan uang pengganti sekedar saja untuk membangun rumah di kavling-kavling yang sudah disediakan di daerah Tebet — yang saat itu masih berupa rawa-rawa. Namun ternyata banyak yang tidak kerasan tinggal di sana disebabkan tingkat keamanan yang buruk yakni sering terjadinya perampokan terhadap "orang gusuran" yang dianggap membawa banyak uang. Mereka umumnya kemudian pindah ke kampung-kampung lain di Jakarta Selatan, semacam Kebayuran Lama[2], Pasar Minggu, atau Lenteng Agung, bahkan ke daerah Tambun di Bekasi dan Depok.

Kezaliman penguasa kita terhadap orang Betawi terus berlanjut dan semakin parah terjadi pada masa Orde Baru dengan Soeharto (1921-2008) sebagai "manusia setengah tuhan" pada pemerintahannya yang bersifat sentralistis bahkan berwujud menjadi personalisasi — dengan sosoknya sebagai nukleus sentral seluruh negeri. Soeharto — seperti "kebijakannya" pada semua hal — sangat sewenang-wenang dan sangat tidak mengindahkan orang Betawi di tanahnya sendiri, dalam bentuk-bentuk penghilangan unsur dan peran kebetawian yang begitu kentara. Mulai dari jabatan kepala kampung Betawi (baca: Gubernur DKI Jakarta) yang tidak pernah diberikan kepada orang Betawi,  penggusuran kampung-kampung orang Betawi yang didukung kekuatan tentara dan polisi, nama jalan yang sedikit sekali mengambil dari nama tokoh-tokoh Betawi, ornament gedung-gedung pemerintahan dan swasta di Jakarta yang kering dari nuansa Betawi, hingga uang RI yang tidak pernah menampilkan wajah Muhammad Husni Thamrin,  Ismail Marzuki, atau hal-hal lain yang bernuansa Betawi.[3] Jurus kedua bapak bangsa ini dalam menghadapi dan memperlakukan orang Betawi, ironisnya, sangatlah mirip.

Soeharto sendiri terlihat hanya satu kali menghormati Betawi, yakni saat HUT ke-50 RI di tahun 1995 — yang selama satu bulan penuh dirayakan secara gegap-gempita di seluruh pelosok negeri. Itu pun hanya sebatas untuk sebuah perayaan dalam rangkaian pesta besar-besaran yang menghabiskan dana bermilyar-milyar rupiah. Saat itu di Lapangan Monas, ia memakai busana khas keseharian lelaki Betawi yang berupa peci hitam, baju koko, sarung diselempangkan di pundak, celana batik, dan sandal. Pada hari itu Betawi memang dialem dan diempok-empok kagak ketulungan di tingkat nasional.[4] Entah apa alasannya. Sebab biasanya seni-budaya Jawa atau Bali-lah yang ditonjolkan.

KAPITEN ARAB, KAPITEN TIONGHOA, DAN KAPITEN BETAWI

Langkah Soekarno dan Soeharto dalam memperlakukan orang Betawi mengingatkan kita pada langkah pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu, untuk mengurangi bebannya dalam mengatur tiga suku bangsa Timur Asing — Arab, Tionghoa, serta Moor dan Bengali — yang  menjadi penduduk Batavia, pemerintah Hindia Belanda mengangkat seorang mayor atau kapiten dari masing-masing mereka  sebagai kepala warga. Maka muncullah nama-nama seperti Sjech Said bin Salim Naum (1844-1864) hingga Sjech Hassan bin Saleh Argoebi (1931-1942) sebagai Kapiten Arab. Lie Tiauw Ko (1817-1823) hingga Khouw Kim An (1910-1942) sebagai Kapiten Tionghoa.  dan Hamied Lebe Ibnoo Boseen Candoo (1817-1825) hingga Pakirian Kattan (1912-1916) sebagai Kapiten Moor dan Bengali.

Kedudukan mereka berada di bawah Bestuur voor Vreemde Oosterlingen (pengaturan administrasi untuk orang Timur Asing) dan bertanggungjawab kepada Residen Batavia. Sedangkan komandan distrik dan wijkmeester (oleh lidah Betawi menjadi Bek, hingga mencuatkan istilah Tuan Bek) bertanggungjawab kepada asisten residen. Kedudukan-kedudukan ini dalam struktur administrasi orang pribumi disebut Inlandsch Beestur. Ironisnya, seperti juga ditulis Mona Lohanda dalam bukunya,  sampai awal abad ke-20, Batavia tidak memiliki patih atau bupati sebagai kedudukan tertinggi dalam Indlandsch Beestuur untuk  ilayah administrasi Batavia. Posisi patih baru ada pada Mei 1908, dan bupati baru pada Maret 1924. Ini pun tidak pernah dijabat oleh orang Betawi.

Menurut catatan, para walikota, bupati dan patih di Batavia sejak 1925 hingga 1942 (tahun kedatangan Jepang), selalu dijabat oleh orang Belanda, Sunda, dan Jawa. Sedangkan Indlandsch Koomandant (Komandan Pribumi) hanya ada pada suku-suku lain hingga terdapat nama-nama yang menjadi Kapiten Melayu, Kapiten Ooster-Javanent, Kapiten Wester-Javanent, Kapiten Sumbawa dan Mandhar, Kapiten Ambon dan Bugis, Kapiten Bugis dan Makasar, serta Kapiten Bali. Tidak ada yang namanya Kapiten Betawi!

Mungkin hanya Thamrin Mohammad Thabrie — ayahanda  Mohammad Hoesni Thamrin — yang patut diingat sebagai orang Betawi yang termasuk dalam golongan "orang pangkat-pangkat" (istilah lama untuk orang yang memiliki jabatan di pemerintahan). Ia adalah wedana pertama di distrik Batavia (diangkat pada 1 Mei 1908, dan berakhir Pebruari 1911). Pada masa itu di Batavia ada enam Wedana Distrik, yakni: Wedana Distrik Batavia, Wedana Distrik Weltevreden (kini Jakarta Pusat), Wedana Distrik Tangerang, Wedana Distrik Meester Cornelis (kini Jatinegara), Wedana Distrik Kebayuran, dan Wedana Distrik Bekasi. Jabatan ini ada sejak 1908, dan berakhir ketika datangnya Jepang pada 1942. Dan sejarah telah mencatatnya.

PONDOK INDAH DI PONDOK PINANG

Beberapa kali saya pernah ditanya orang non-Betawi (atau Betawi) mengenai "kampung asal" sehubungan predikat saya sebagai sastrawan Betawi: "Betawi mana?' Ketika saya memberi jawaban "Betawi Pondok Pinang", mereka bertanya kembali, "Cipinang 'kali?" atau "Pondok Pinang di mana, ya?". Sering saya tersenyum dahulu sebelum benar-benar menjawab. Senyuman saya ini lantaran, pertama: Apakah mungkin saya tidak bisa membedakan nama kampung sendiri dengan kampung orang lain, lantaran di telinga saja Cipinang jelas terdengar berbeda dengan Pondok Pinang? Kedua, lantaran: Pondok Pinang itu sudah lama ada alias bukan hasil bentukan kemarin sore.

Ketika saya jelaskan bahwa Pondok Indah berada di Pondok Pinang, lantaran sebagian Pondok Pinang dicaplok untuk menjadi perumahan Pondok Indah, barulah mereka mengangguk-angguk tanda mengerti: "O, begitu." Sesungguhnya ada perasaan sedih dan kecil hati saya atas kejadian-kejadian seperti itu. Sebab sebuah kampung besar tempat saya dan keluarga besar saya lahir, besar, hidup, dan mungkin dimakamkan, ternyata kalah terkenal namanya oleh sebuah nama perumahan yang dibangun di atas airmata orang Betawi.[5] Saya juga sedih dan kecil hati  jika ada orang yang menganggap bahwa Pondok Indah itu semata nama daerah dan bukanlah nama perumahan. Namun biasanya saya akan kembali tersenyum, dan senyum saya itu semakin lebar, atas pengetahuan orang semacam ini, yang bagi saya sangat mengenaskan.

Hal menggenaskan lain (atau menggelikan) yang saya temui adalah setiap kali melihat papan nama sebuah pasar di Pondok Pinang dekat Kali Baru, yang oleh pemerintah dengan naifnya diberi nama "Pasar Pondok Indah" (mungkin lantaran dianggap berada dekat dengan  Perumahan Pondok Indah), atau melihat papan nama sebuah lembaga pendidikan yang menggunakan — tepatnya  mencatut — nama  Pondok Indah sebagai alamat jalannya. Padahal jelas-jelas bangunannya berada di Pondok Pinang, di sisi Jalan Ciputat Raya yang tepat membelah kampung saya. Celakanya, pihak kelurahan yang sesungguhnya memiliki kewenangan untuk membereskan hal-hal ini, ternyata diam saja dalam "keluguannya".

(Persoalan menjual dan mencatut nama memang tidak hanya terjadi pada nama seseorang yang dianggap bisa memberi keuntungan, tetapi juga nama tempat. Ini mengingatkan saya pada nama "Bintaro" yang dicatut untuk nama-nama perumahan yang berada jauh dari Perumahan Bintaro Jaya, hingga mengesankan tempat itu dekat atau merupakan bagian dari Perumahan Bintaro Jaya yang dimaksud.)

Keberadaan nama Pondok Pinang yang kalah terkenal oleh nama Pondok Indah, mengingatkan saya pada banyak cerita kelam yang telah lama saya dengar dari seorang encing saya (suami dari adik perempuan ibu saya). Ia berasal dari kampung yang kini menjadi Perumahan Pondok Indah. Menurut encing saya itu, awalnya penggusuran yang terjadi di sana dikatakan oleh orang-orang pemerintahan kepada orang-orang kampung adalah untuk pembangunan jalan.[6] Sama sekali tidak disebut-sebut untuk pembangunan kompleks perumahan.

Orang-orang Betawi di sana, terbuktikan lewat banyak fakta, digusur dengan sangat semena-mena oleh kaki-tangan pemerintah, dalam hal ini tentara dan polisi, dengan ancaman kata-kata, senjata api, dan juga tindakan kekerasan dan teror yang kelewat batas. Selain itu, jawara-jawara Betawi yang ada juga turut membantu mengancam orang-orang yang sesungguhnya sekampung dengan mereka. Persis centeng-centeng pada masa tuan tanah di jaman Hindia Belanda. Cerita serupa juga sering saya dengar dari orang-orang di Pondok Pinang sebelah timur yang merupakan tetangga lama encing saya tersebut, atau mereka yang tinggal di Pondok Pinang sebelah barat dekat Kali Pesanggrahan.

Menurut cerita almarhum engkong saya (dan dikuatkan oleh cerita nyai saya), jawara-jawara yang umumnya sebaya dengannya itu dan dikenalnya dengan baik, kemudian menemui ajal dengan cara-cara yang sangat buruk. Engkong dan nyai saya menyakini, itu sangat erat hubungannya dengan perbuatan mereka yang ketika hidup menzalimi hak orang lain, dalam hal ini tanah. Maka dalam perkara tanah, almarhum engkong dan nyai saya, seperti juga orang Betawi lain yang kebetulan paham agama, sering mengingatkan: "Jangan maen-maen ama urusan tanah. Balesannyah kontan."

Engkong saya sendiri alhamdulillah tidak terlibat sebagai "centeng" lantaran ia hanya penggemar burung perkutut dan kutilang yang memiliki pekerjaan lain dan tanahnya sangat luas dengan hasil kebun yang beragam. Ibu dan bapak saya, dalam banyak pembicaraan, membahas hal serupa mengenai sepak terjang para jawara tadi dan ajal buruk yang menimpa mereka.

MAKAN TANAH DAN PUSAKO TINGGI

Setelah sebab pertama dan sebab kedua yang merupakan sebab ekstern, sebab ketiga atas hilangnya kampung-kampung orang Betawi secara perlahan-lahan adalah kesediaan mereka sendiri untuk melepas tanahnya — sebab intern. Bukan rahasia lagi bahwa orang Betawi begitu mudah menjual tanah miliknya untuk keperluan sesaat, seperti biaya pernikahan anak atau dirinya, menikah lagi, pergi haji, membeli motor, membeli barang-barang pengisi rumah peningkat harga diri, atau bahkan untuk makan dan biaya hidup sehari-hari (saya mengistilahkannya sebagai “makan tanah”), meski tanah itu merupakan warisan satu-satunya yang ditinggalkan orangtua. Ini berbeda sekali dengan budaya matrilineal seperti yang dikenal pada masyarakat Minangkabau dimana tanah dipegang oleh pihak perempuan secara turun-temurun dan hampir tidak pernah diperjualbelikan lantaran bisa menghilangkan jejak keturunan mereka. Tanah ini disebut sebagai "pusako tinggi".

Seorang teman kecil di Pondok Pinang, belasan tahun lalu pernah saya ingatkan untuk tidak menjual rumah keluarga besarnya, lantaran nama jalan yang kami tempati diambil dari nama buyutnya. Sebab saat itu terdengar kabar bahwa orangtua dan encang-encing-nya, berniat menjual rumah itu untuk dibagi-bagikan sebagai warisan setelah wafatnya sang engkong. Mereka berniat pindah ke daerah lain di Ciputat yang harga tanahnya masih lebih murah. Saya berpendapat, rumah itu sangat besar maka bisa ditempati banyak orang. Mereka yang sudah berkeluarga, mungkin sebaiknya mengontrak di tempat lain sehingga privasi pun bisa terjaga.

Saya mengingatkan betul hal ini lantaran pertimbangan jangan sampai orang tidak tahu dimana keberadaan anak-cucu-cicit dari sang empunya nama jalan dan jejak keturunan mereka pun hilang. Waktu itu saya mengistilahkan, ibarat singkong yang tercerabut seluruhnya maka tidak akan ada lagi bekasnya. Mungkin orang asli Pondok Pinang, atau endonan (pendatang) yang sudah puluhan tahun tinggal di sana, akan tahu siapa sang buyut dan siapa saja keturunannya. Tapi orang yang baru beberapa bulan tinggal? Tentu jangan diharapkan tahu.

Namun apa daya, sang teman tidak mampu menahan keluarga besarnya untuk mengurungkan niat. Kini mereka hidup berpencaran dengan mengontrak rumah. Tidak tersisa lagi satu orang pun keturunan itu di sana. Hanya tersisa nama sang buyut sebagai nama jalan. 

ANJING-ANJING KOMPENI DAN SALAH SENDIRI


Saya tidak menyalahkan dan mempermasalahkan penggusuran yang terjadi di kampung-kampung orang Betawi yang dilakukan pemerintah. Lantaran sebagai ibukota negara atau bukan, Jakarta pasti akan berubah dan tidak mungkin terus menjadi kampung sederhana dengan bangunan-bangunan yang juga sederhana sehingga tertinggal dibanding kota-kota lain. Dan perubahan ini pasti terjadi pula di daerah-daerah lain yang mengalami pembangunan. Saya hanya menyalahkan dan mempermasalahkan bagaimana proses penggusuran itu, yang kerap diwarnai intimidasi dan kekerasan fisik, dengan uang pengganti yang amat sangat seadanya. Termasuk juga yang dilakukan oleh pihak swasta dalam hal ini konglomerat perumahan — yang dibeking penuh oleh "anjing-anjing kompeni".[7]

Pada kasus-kasus seperti ini kiranya masuk akal dan termaklumi jika orang Betawi mengatakan “kampungnya ilang diambil orang”. Namun pada kasus tanah-tanah yang dijual dengan cara sah atas kesediaan sendiri lantaran kebutuhan ekonomi—seperti untuk biaya pernikahan, menikah lagi, pergi haji, membeli barang-barang peningkat harga diri, atau bahkan untuk makan dan biaya hidup sehari-hari—tentunya sangat keliru jika orang Betawi menyalahkan orang lain lantas mengatakan "kampungnya ilang diambil orang".

Pan emang kemaoannyah kendiri!

Akhirul kalam, di sisi lain saya hanya mengernyitkan dahi melihat orang-orang yang membuat kekacauan di daerah-daerah lain nusantara dan menuntut ini-itu dengan meminta pemakluman orang seluruh negeri bahwa hidupnya lebih buruk dibanding orang lain khususnya di Jakarta, dan merasa dirinya lebih menderita dan lebih ditindas oleh penguasa. Sebab bukan hanya mereka yang ditindas, bukan hanya mereka yang menderita. Tidakkah mereka membaca, salahsatunya saja, sejarah penindasan berupa penggusuran tempat tinggal dan penyampingan peranan yang dilakukan oleh penguasa Orde Lama dan Orde Baru terhadap orang Betawi di tanahnya sendiri—layaknya Indian di Amerika dan Aborigin di Australia?

Tabe!


Ditulis oleh Chairil Gibran Ramadhan, lahir dan besar di Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Sastrawan Betawi, eseis, editor, dan mantan wartawan.

Rabu, 01 Juni 2011

Selamat Hari Lahir Pancasila

Tanggal 1 Juni 1945 adalah momen penting dalam saejarah bangsa Indonesia dalam menentukan ideologi atau falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tanggal tersebut, Soekarno membacakan pidato di hadapan para anggota sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).  Pidato itu berisi uraian tentang falsafah atau dasar dari Indonesia merdeka, yang kemudian dikenal dengan Pancasila. Lima asaz tentang prinsip-prinsip hidup yang akan menjiwai tatanan hidup berbangsa dan bernegara.

Kini, setelah 66 tahun dari persitiwa tersebut, banyak peristiwa yang menggugah dan mengkikis makna Pancasila. Dari mulai munculnnya gerakan radikalisme yang mengarah pada terorisme hingga kehawatiran terhadap tidak maksimalnya penanaman nilai-nilai kebangsaan pada generasi muda.

Karena itu, hari ini, tanggal 1 Juni 2011, pada peringatan hari lahirnya Pancasila, kita ingin menjadikannya sebagai momen refleksi untuk kembali menguatkan pemaknaan dan penjiwaan kita terhadap Pancasila.

Berikut Pidato Lengkap Soekarno tentang Pancasila, semoga kita semua bisa membaca ulang dan mengambil spirit, makna, dan kekuatan untuk meneruskan perjuangan membangun Bangsa sesuai dengan apa yang telah digeriskan dalam butir-butir Pancasila tersebut.

Sebelumnya Kami ucapkan Selamat Hari Lahir Pancasila.

Pidato Soekarno: Lahirnya Pancasila
Pendahuluan
Paduka tuan Ketua yang mulia!

Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya.

Saya akan menetapi permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka tuan ketua yang mullia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini.

Ma'af, beribu ma'af! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka tuan ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: "Philosofische grondslag" dari pada Indonesia merdeka. Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan, Paduka tuan Ketua yang mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberi tahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan "merdeka". Merdeka buat saya ialah: "political independence", politieke onafhankelijkheid. Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?

Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata:
Tatkala Dokuritu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang - saya katakan didalam bahasa asing, ma'afkan perkataan ini - "zwaarwichtig" akan perkara yang kecil-kecil. "Zwaarwichtig" sampai -kata orang Jawa- "njelimet". Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai njelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan.

Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu. Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya!

Alangkah berbedanya isi itu! Jikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai njelimet!, maka saya bertanya kepada tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80% dari rakyatnya terdiri kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu. Bacalah buku Armstrong yang menceriterakan tentang Ibn Saud! Disitu ternyata, bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu!! Toch Saudi Arabia merdeka! Lihatlah pula - jikalau tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat - Soviet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Soviet, adakah rakyat soviet sudah cerdas? Seratus lima puluh milyun rakyat Rusia, adalah rakyat Musyik yang lebih dari pada 80% tidak dapat membaca dan menulis; bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fulop Miller, tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Soviet Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Soviet itu. Dan kita sekarang disini mau mendirikan negara Indonesia merdeka. Terlalu banyak macam-macam soal kita kemukakan! Maaf, P. T. Zimukyokutyoo! Berdirilah saya punya bulu, kalau saya membaca tuan punya surat, yang minta kepada kita supaya dirancangkan sampai njelimet hal ini dan itu dahulu semuanya!

Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu, sampai njelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, tuan tidak akan mesngalami Indonesia merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia merdeka, - sampai dilobang kubur!
Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun '33 saya telah menulis satu risalah, Risalah yang bernama "Mencapai Indonesia Merdeka". Maka di dalam risalah tahun '33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu jembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa diseberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.

Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam, - in one night only! -, kata Armstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirikan Saudi Arabia merdeka di satu malam sesudah ia masuk kota Riad dengan 6 orang! Sesudah "jembatan" itu diletakkan oleh Ibn saud, maka diseberang jembatan, artinya kemudian dari pada itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi arabia. Orang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade yaitu orang badui, diberi pelajaran oleh Ibn Saud jangan bergelandangan, dikasih tempat untuk bercocok-tanam. Nomade dirubah oleh Ibn Saud menjadi kaum tani, - semuanya diseberang jembatan.

Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Soviet-Rusia Merdeka, telah mempunyai Djnepprprostoff [1], dam yang maha besar di sungai Dnepr? Apa ia telah mempunyai radio-station, yang menyundul keangkasa? Apa ia telah mempunyai kereta-kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia?

Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Soviet Rusia merdeka telah dapat membaca dan menulis? Tidak, tuan-tuan yang terhormat! Di seberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio- station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan Creche, baru mengadakan Djnepprostoff! Maka oleh karena itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini danitu lebih dulu harus selesai dengan njelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannnya tuan-tuan punya semangat, - jikalau tuan-tuan demikian -, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun pemuda ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda ini semua berhasrat Indonesia Merdeka Sekarang!

Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, pada hal semboyan Indonesia merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan "INDONESIA MERDEKA SEKARANG". Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka sekarang, sekarang, sekarang!

Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia merdeka, - kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar hati!. Saudara -saudara, saya peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political independence, politieke onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu jembatan! Jangan gentar! Jikalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseikan diganti dengan orang yang bernama Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo diganti dengan orang yang bernama Abdul Halim. Jikalau umpamanya Butyoo Butyoo diganti dengan orang-orang Indonesia, pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence, politieke onafhankelijkheid, - in one night, di dalam satu malam! Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 milyun, semuanya bersemboyan: Indonesia merdeka, sekarang! Jikalau umpamanya Balatentera Dai Nippon sekarang menyerahkan urusan negara kepada saudara-saudara, apakah saudara-saudara akan menolak, serta berkata: mangke- rumiyin, tunggu dulu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia merdeka?
(Seruan: Tidak! Tidak)

Saudara-saudara, kalau umpamanya pada saat sekarang ini balatentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menitpun kita tidak akan menolak, sekarangpun kita menerima urusan itu, sekarangpun kita mulai dengan negara Indonesia yang Merdeka!

Saudara-saudara, tadi saya berkata, ada perbedaan antara Soviet-Rusia, Saudi Arabia, Inggris, Amerika dll. tentang isinya: tetapi ada satu yang sama, yaitu, rakyat Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranya. Musyik-musyik di Rusia sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Amerika sanggup mempertahankan negaranya. Inilah yang menjadi minimum-eis. Artinya, kalau ada kecakapan yang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, saudara-saudara, semua siap-sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk merdeka.

Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun demikian, saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata: Ah saya belum berani kawin, tunggu dulu gajih F.500. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul, sudah mempunyai sendok-garpu perak satu kaset, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet, barulah saya berani kawin.

Ada orang lain yang berkata: saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai meja satu, kursi empat, yaitu "meja-makan", lantas satu zitje, lantas satu tempat tidur.

Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengan tikar, dengan satu periuk: dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin. Sang klerk dengan satu meja, empat kursi, satu zitje, satu tempat-tidur: kawin. Sang Ndoro yang mempunyai rumah gedung, elektrische kookplaat, tempat tidur, uang bertimbun-timbun: kawin. Belum tentu mana yang lebih gelukkig, belum tentu mana yang lebih bahagia, sang Ndoro dengan tempat tidurnya yang mentul-mentul, atau Sarinem dan Samiun yang hanya mempunyai satu tikar dan satu periuk, saudara-saudara!

Saudara-saudara, soalnya adalah demikian: kita ini berani merdeka atau tidak?? Inilah, saudara-saudara sekalian, Paduka tuan ketua yang mulia, ukuran saya yang terlebih dulu saya kemukakan sebelum saya bicarakan hal-hal yang mengenai dasarnya satu negara yang merdeka. Saya mendengar uraian P.T. Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekaan. Saudara-saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia merdeka!

Di dalam Indonesia merdeka itulah kita memerdekakakan rakyat kita!! Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita! Di dalam Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakyat Arabia satu persatu. Di dalam Soviet-Rusia Merdeka Stalin memerdeka-kan hati bangsa Soviet-Rusia satu persatu.

Saudara-saudara! Sebagai juga salah seorang pembicara berkata: kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak dysenterie, banyak penyakit hongerudeem, banyak ini banyak itu. "Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka".

Saya berkata, kalau inipun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita, walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. Di dalam Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, di dalam Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan "jembatan". Di seberang jembatan, jembatan emas, inilah, baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi.

Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa sebenarnya internationalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerjaan kita? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak diadakan syarat yang neko-neko, yang menjelimet, tidak!. Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh! Ini sudah cukup untuk internationalrecht. Cukup, saudara-saudara. Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahnya, kemudian diakui oleh salah satu negara yang lain, yang merdeka, inilah yang sudah bernama: merdeka. Tidak peduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak peduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak peduli rakyat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintahnya, - sudahlah ia merdeka.

Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang bukan-bukan! Sekali lagi saya bertanya: Mau merdeka apa tidak? Mau merdeka atau tidak?

Saudara-saudara! Sesudah saya bicarakan tentang hal "merdeka", maka sekarang saya bicarakan tentang hal dasar.

Paduka tuan Ketua yang mulia! Saya mengerti apakah yang paduka tuan Ketua kehendaki! Paduka tuan Ketua minta dasar, minta philosophischegrondslag, atau, jikalau kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka tuan Ketua yang mulia meminta suatu "Weltanschauung", diatas mana kita mendirikan negara Indonesia itu.

Kita melihat dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-negeri yang merdeka, dan banyak diantara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas suatu "Weltanschauung". Hitler mendirikan Jermania di atas "national-sozialistische Weltanschauung", - filsafat nasional-sosialisme telah menjadi dasar negara Jermania yang didirikan oleh Adolf Hitler itu. Lenin mendirikan negara Soviet diatas satu "Weltanschauung", yaitu Marxistische, Historisch- materialistische Weltanschaung. Nippon mendirikan negara negara dai Nippon di atas satu "Weltanschauung", yaitu yang dinamakan "Tennoo Koodoo Seishin". Diatas "Tennoo Koodoo Seishin" inilah negara dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia di atas satu "Weltanschauung", bahkan diatas satu dasar agama, yaitu Islam.

Demikian itulah yang diminta oleh paduka tuan Ketua yang mulia: Apakah "Weltanschauung" kita, jikalau kita hendak mendirikan Indonesia yang merdeka?
Tuan-tuan sekalian, "Weltanschauung" ini sudah lama harus kita bulatkan di dalam hati kita dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang. Idealis-idealis di seluruh dunia bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam "Weltanschauung", bekerja mati-matian untuk me"realiteitkan""Weltanschauung" mereka itu. Maka oleh karena itu, sebenarnya tidak benar perkataan anggota yang terhormat Abikusno, bila beliau berkata, bahwa banyak sekali negara-negara merdeka didirikan dengan isi seadanya saja, menurut keadaan, Tidak! Sebab misalnya, walaupun menurut perkataan John Reed: "Soviet-Rusia didirikan didalam 10 hari oleh Lenin c.s.", - John Reed, di dalam kitabnya:"Ten days that shook the world", "sepuluh hari yang menggoncangkan dunia" -, walaupun Lenin mendirikan Soviet-Rusia di dalam 10 hari, tetapi "Weltanschauung"nya, dan di dalam 10 hari itu hanya sekedar direbut kekuasaan, dan ditempatkan negara baru itu diatas "Weltanschauung" yang sudah ada. Dari 1895 "Weltanschauung" itu telah disusun. Bahkan dalam revolutie 1905, Weltanschauung itu "dicobakan", di "generale-repetitie-kan".

Lenin di dalam revolusi tahun 1905 telah mengerjakan apa yang dikatakan oleh beliau sendiri "generale-repetitie" dari pada revolusi tahun 1917. Sudah lama sebelum 1917, "Weltanschaung" itu disedia-sediakan, bahkan diikhtiar-ikhtiarkan. Kemudian, hanya dalam 10 hari, sebagai dikatakan oleh John Reed, hanya dalam 10 hari itulah didirikan negara baru, direbut kekuasaan, ditaruhkan kekuasaan itu di atas "Weltanschauung" yang telah berpuluh-puluh tahun umurnya itu. Tidakkah pula Hitler demikian?

Di dalam tahun 1933 Hitler menaiki singgasana kekuasaan, mendirikan negara Jermania di atas National-sozialistische Weltanschauung. Tetapi kapankah Hitler mulai menyediakan dia punya "Weltanschauung" itu? Bukan di dalam tahun 1933, tetapi di dalam tahun 1921 dan 1922 beliau telah bekerja, kemudian mengikhtiarkan pula, agar supaya Naziisme ini, "Weltanschauung" ini, dapat menjelma dengan dia punya "Munschener Putsch", tetapi gagal. Di dalam 1933 barulah datang saatnya yang beliau dapat merebut kekuasaan, dan negara diletakkan oleh beliau di atas dasar"Weltanschauung" yang telah dipropagandakan berpuluh-puluh tahun itu.

Maka demikian pula, jika kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah pertanyaan: Apakah "Weltanschauung" kita, untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka diatasnya? Apakah nasional-sosialisme? Apakah historisch-materialisme? Apakah San Min Chu I, sebagai dikatakan doktor Sun Yat Sen?

Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tetapi "Weltanschauung"nya telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku "The three people"s principles" San Min Chu I, - Mintsu, Minchuan, Min Sheng, - nasionalisme, demokrasi, sosialisme,- telah digambarkan oleh doktor Sun Yat Sen Weltanschauung itu, tetapi baru dalam tahun 1912 beliau mendirikan negara baru diatas "Weltanschauung" San Min Chu I itu, yang telah disediakan terdahulu berpuluh-puluh tahun.

Kita hendak mendirikan negara Indonesia merdeka di atas "Weltanschauung" apa? Nasional-sosialisme-kah, Marxisme-kah, San Min Chu I-kah, atau "Weltanschauung' apakah?

Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah dikemukakan, - macam-macam - , tetapi alangkah benarnya perkataan dr Soekiman, perkataan Ki Bagoes Hadikoesoemo, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham. Kita bersama-sama mencari persatuan philosophischegrondslag, mencari satu "Weltanschauung" yang kita semua setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hajar setujui, yang sdr. Sanoesi setujui, yang sdr. Abikoesno setujui, yang sdr. Lim Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin, ini bukan compromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita ber-sama-sama setujui. Apakah itu? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya: Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan?

Mendirikan negara Indonesia merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan?
Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang disini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara "semua buat semua". Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, - tetapi "semua buat semua". Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di dalam sidang Dokurutu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun yang lebih, ialah: Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan.

Prinsip pertama
Kita mendirikan satu negara kebangsaan Indonesia.

Saya minta saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan saudara-saudara Islam lain: maafkanlah saya memakai perkataan "kebangsaan" ini! Sayapun orang Islam. Tetapi saya minta kepada saudara- saudara, janganlah saudara-saudara salah faham jikalau saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu nasionalestaat, seperti yang saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari yang lalu. Satu Nationale Staat Indonesia bukan berarti staat yang sempit. Sebagai saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak tuanpun adalah orang Indonesia, nenek tuanpun bangsa Indonesia, datuk-datuk tuan, nenek-moyang tuanpun bangsa Indonesia. Diatas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia.

Satu Nationale Staat! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu, meski saya di dalam rapat besar di Taman Raden Saleh sedikit-sedikit telah menerangkannya. Marilah saya uraikan lebih jelas dengan mengambil tempoh sedikit: Apakah yang dinamakan bangsa? Apakah syaratnya bangsa?

Menurut Renan syarat bangsa ialah "kehendak akan bersatu". Perlu orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu. Ernest Renan menyebut syarat bangsa: "le desir d'etre ensemble", yaitu kehendak akan bersatu. Menurut definisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu satu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.

Kalau kita lihat definisi orang lain, yaitu definisi Otto Bauer, di dalam bukunya "Die Nationalitatenfrage", disitu ditanyakan: "Was ist eine Nation?" dan jawabnya ialah: "Eine Nation ist eine aus chiksals-gemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft". Inilah menurut Otto Bauer satu natie. (Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib).

Tetapi kemarinpun, tatkala, kalau tidak salah, Prof. Soepomo mensitir Ernest Renan, maka anggota yang terhormat Mr. Yamin berkata: "verouderd", "sudah tua". Memang tuan-tuan sekalian, definisi Ernest Renan sudah "verouderd", sudah tua. Definisi Otto Bauer pun sudah tua. Sebab tatkala Otto Bauer mengadakan definisinya itu, tatkala itu belum timbul satu wetenschap baru, satu ilmu baru, yang dinamakan Geopolitik.

Kemarin, kalau tidak salah, saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo, atau Moenandar, mengatakan tentang "Persatuan antara orang dan tempat". Persatuan antara orang dan tempat, tuan-tuan sekalian, persatuan antara manusia dan tempatnya!

Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan "Gemeinschaft"nya dan perasaan orangnya, "l'ame et desir". Mereka hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami manusia itu, Apakah tempat itu? Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah s.w.t membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan dimana"kesatuan-kesatuan" disitu. Seorang anak kecilpun, jukalau ia melihat peta dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau diantara 2 lautan yang besar, lautan Pacific dan lautan Hindia, dan diantara 2 benua, yaitu benua Asia dan benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmaheira, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil diantaranya, adalah satu kesatuan. Demikian pula tiap-tiap anak kecil dapat melihat pada peta bumi, bahwa pulau-pulau Nippon yang membentang pada pinggir Timur benua Asia sebagai"golfbreker" atau pengadang gelombang lautan Pacific, adalah satu kesatuan.

Anak kecilpun dapat melihat, bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi oleh lautan Hindia yang luas dan gunung Himalaya. Seorang anak kecil pula dapat mengatakan, bahwa kepulauan Inggris adalah satu kesatuan. Griekenland atau Yunani dapat ditunjukkan sebagai kesatuan pula, Itu ditaruhkan oleh Allah s.w.t. demikian rupa. Bukan Sparta saja, bukan Athene saja, bukan Macedonia saja, tetapi Sparta plus Athene plus Macedonia plus daerah Yunani yang lain-lain, segenap kepulauan Yunani, adalah satu kesatuan.

Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah-darah kita, tanah air kita? Menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia yang bulat, bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan uang ditunjuk oleh Allah s.w.t. menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera, itulah tanah air kita!

Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempat, antara rakyat dan buminya, maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan oeh Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak cukup "le desir d'etre ensembles", tidak cukup definisi Otto Bauer "aus schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft" itu. Maaf saudara-saudara, saya mengambil contoh Minangkabau, diantara bangsa di Indonesia, yang paling ada "desir d'entre ensemble", adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2,5 milyun.

Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuaan, melainkan hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan! Penduduk Yogyapun adalah merasa "le desir d"etre ensemble", tetapi Yogyapun hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan. Di Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan "le desir d'etre ensemble", tetapi Sundapun hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan.

Pendek kata, bangsa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan "le desir d'etre ensemble" diatas daerah kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang, menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh s.w.t., tinggal dikesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatra sampai ke Irian! Seluruhnya!, karena antara manusia 70.000.000 ini sudah ada "le desir d'etre enemble", sudah terjadi "Charaktergemeinschaft"! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, ummat Indonesia jumlah orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi satu, satu, sekali lagi satu!

Kesinilah kita semua harus menuju: mendirikan satu Nationale staat, diatas kesatuan bumi Indonesia dari Ujung Sumatera sampai ke Irian. Saya yakin tidak ada satu golongan diatara tuan-tuan yang tidak mufakat, baik Islam maupun golongan yang dinamakan "golongan kebangsaan". Kesinilah kita harus menuju semuanya. Saudara-saudara, jangan orang mengira bahwa tiap-tiap negara merdeka adalah satu nationale staat! Bukan Pruisen, bukan Beieren, bukan Sakssen adalah nationale staat, tetapi seluruh Jermanialah satu nationale staat. Bukan bagian kecil-kecil, bukan Venetia, bukan Lombardia, tetapi seluruh Italialah, yaitu seluruh semenanjung di Laut Tengah, yang diutara dibatasi pegunungan Alpen, adalah nationale staat. Bukan Benggala, bukan Punjab, bukan Bihar dan Orissa, tetapi seluruh segi-tiga Indialah nanti harus menjadi nationale staat.

Demikian pula bukan semua negeri-negeri di tanah air kita yang merdeka dijaman dahulu, adalah nationale staat. Kita hanya 2 kali mengalami nationale staat, yaitu di jaman Sri Wijaya dan di zaman Majapahit. Di luar dari itu kita tidak mengalami nationale staat. Saya berkata dengan penuh hormat kepada kita punya raja-raja dahulu, saya berkata dengan beribu-ribu hormat kepada Sultan Agung Hanyokrokoesoemo, bahwa Mataram, meskipun merdeka, bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Siliwangi di Pajajaran, saya berkata, bahwa kerajaannya bukan nationale staat. Dengan persaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtayasa, berkata, bahwa kerajaannya di Banten, meskipun merdeka, bukan satu nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanoedin di Sulawesi yang telah membentuk kerajaan Bugis, saya berkata, bahwa tanah Bugis yang merdeka itu bukan nationale staat.

Nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri dijaman Sri Wijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama. Karena itu, jikalau tuan-tuan terima baik, marilah kita mengambil sebagai dasar Negara yang pertama: KebangsaanIndonesia. Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat. Maaf, Tuan Lim Koen Hian, Tuan tidak mau akan kebangsaan? Di dalam pidato Tuan, waktu ditanya sekali lagi oleh Paduka Tuan fuku-Kaityoo, Tuan menjawab: "Saya tidak mau akan kebangsaan".

TUAN LIM KOEN HIAN : Bukan begitu. Ada sambungannya lagi.

TUAN SOEKARNO : Kalau begitu, maaf, dan saya mengucapkan terima kasih, karena tuan Lim Koen Hian pun menyetujui dasar kebangsaan. Saya tahu, banyak juga orang-orang Tionghoa klasik yang tidak mau akan dasar kebangsaan, karena mereka memeluk faham kosmopolitisme, yang mengatakan tidak ada kebangsaan, tidak ada bangsa. Bangsa Tionghoa dahulu banyak yang kena penyakit kosmopolitisme, sehingga mereka berkata bahwa tidak ada bangsa Tionghoa, tidak ada bangsa Nippon, tidak ada bangsa India, tidak ada bangsa Arab, tetapi semuanya "menschheid", "peri kemanusiaan". Tetapi Dr. Sun Yat Sen bangkit, memberi pengajaran kepada rakyat Tionghoa, bahwa a d a kebangsaan Tionghoa! Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S.diSurabaya, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, - katanya: jangan berfaham kebangsaan, tetapi berfahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 17. Tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, - ialah Dr SunYat Sen! Di dalam tulisannya "San Min Chu I" atau "The Three People's Principles", saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh "The Three People"s Principles" itu.

Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat-sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, - sampai masuk kelobang kubur.

Prinsip Kedua
Saudara-saudara. Tetapi ........ tetapi ........... memang prinsip kebangsaan ini ada bahayanya! Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme, sehingga berfaham "Indonesia uber Alles". Inilah bahayanya! Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa yang satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi Tanah Air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja dari pada dunia! Ingatlah akan hal ini!

Gandhi berkata: "Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan "My nationalism is humanity". Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme, sebagai dikobar-kobarkan orang di Eropah, yang mengatakan"Deutschland uber Alles", tidak ada yang setinggi Jermania, yang katanya, bangsanya minulyo, berambut jagung dan bermata biru, "bangsa Aria", yang dianggapnya tertinggi diatas dunia, sedang bangsa lain-lain tidak ada harganya. Jangan kita berdiri di atas azas demikian, Tuan-tuan, jangan berkata, bahwa bangsa Indonesialah yang terbagus dan termulya, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia.

Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa. Justru inilah prinsip saya yang kedua. Inilah filosofisch principe yang nomor dua, yang saya usulkan kepada Tuan-tuan, yang boleh saya namakan "internasionalime". Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud kosmopolitisme, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnya. Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman-sarinya internasionalisme. Jadi, dua hal ini, saudara-saudara, prinsip 1 dan prinsip 2, yang pertama-tama saya usulkan kepada tuan-tuan sekalian, adalah bergandengan erat satu sama lain.

Prinsip Ketiga
Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara "semua buat semua", "satu buat semua, semua buat satu". Saya yakin syarat yang mutlak untuk kuatnya negara In-donesia ialah permusyawaratan perwakilan.

Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, sayapun, adalah orang Islam, -- maaf beribu-ribu maaf, keislaman saya jauh belum sempurna, -- tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam.

Dan hati Islam Bung karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal, juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat.

Apa-apa yang belum memuaskan, kita bicarakan di dalam permusyawaratan. Badan perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam. Disinilah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakyat, apa-apa yang kita rasa perlu bagi perbaikan. Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar-supaya sebagian yang terbesar dari pada kursi-kursi badan perwakilan Rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan Islam. Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat yang bagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam disini agama yang hidup berkobar-kobar didalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu, agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan ini. Ibaratnya badan perwakilan Rakyat 100 orang anggautanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya, agar supaya 60, 70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula. Malahan saya yakin, jikalau hal yang demikian itu nyata terjadi, barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam benar-benar h i d u p di dalam jiwa rakyat, sehingga 60%, 70%, 80%, 90% utusan adalah orang Islam, pemuka-pemuka Islam, ulama-ulama Islam. Maka saya berkata, baru jikalau demikian, baru jikalau demikian, hiduplah Islam Indonesia, dan bukan Islam yang hanya diatas bibirsaja. Kita berkata, 90% dari pada kita beragama Islam, tetapi lihatlah didalam sidang ini berapa % yang memberikan suaranya kepada Islam? Maaf seribu maaf, saya tanya hal itu! Bagi saya hal itu adalah satu bukti, bahwa Islam belum hidup sehidup-hidupnya di dalam kalangan rakyat. Oleh karena itu, saya minta kepada saudara-saudara sekalian, baik yang bukan Islam, maupun terutama yang Islam, setujuilah prinsip nomor 3 ini, yaitu prinsip permusyawaratan, perwakilan. Dalam perwakilan nanti ada perjoangan sehebat-hebatnya. Tidak ada satu staat yang hidup betul-betul hidup, jikalau di dalam badan-perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah Candradimuka, kalau tidak ada perjoangan faham di dalamnya. Baik di dalam staat Islam, maupun di dalam staat Kristen, perjoangan selamanya ada. Terimalah prinsip nomor 3, prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakyat! Di dalam perwakilan rakyat saudara-saudara islam dan saudara-saudara kristen bekerjalah sehebat- hebatnya. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter di dalam peraturan-peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah mati-matian, agar suapaya sebagian besar dari pada utusan-utusan yang masuk badan perwakilan Indonesia ialah orang kristen, itu adil, - fair play!. Tidak ada satu negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada perjoangan di dalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjoangan. Jangan kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah subhanahuwa Ta'ala memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan kita sehari-hari, kita selalu bergosok, seakan-akan menumbuk membersihkan gabah, supaya keluar dari padanya beras, dan beras akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. Terimalah saudara-saudara, prinsip nomor 3, yaitu prinsip permusyawaratan

Prinsip Keempat
Prinsip No. 4 sekarang saya usulkan, Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan , prinsip: tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Saya katakan tadi: prinsipnya San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: nationalism, democracy, sosialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyat sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang-pangan kepadanya? Mana yang kita pilih, saudara-saudara? Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat, di negara-negara Eropah adalah Badan Perwakilan, adalah parlementaire democracy. Tetapi tidakkah diEropah justru kaum kapitalis merajalela?

Di Amerika ada suatu badan perwakilan rakyat, dan tidakkah di Amerika kaum kapitalis merajalela? Tidakkah di seluruh benua Barat kaum kapitalis merajalela? Padahal ada badan perwakilan rakyat! Tak lain tak bukan sebabnya, ialah oleh karena badan- badan perwakilan rakyat yang diadakan disana itu, sekedar menurut resepnya Franche Revolutie. Tak lain tak bukan adalah yang dinamakan democratie disana itu hanyalah politie-kedemocratie saja; semata-mata tidak ada sociale rechtvaardigheid, -- tak ada keadilan sosial, tidak ada ekonomische democratie sama sekali.

Saudara-saudara, saya ingat akan kalimat seorang pemimpin Perancis, Jean Jaures, yang menggambarkan politieke democratie. "Di dalam Parlementaire Democratie, kata Jean Jaures, di dalam Parlementaire Democratie, tiap-tiap orang mempunyai hak sama. Hak politiek yang sama, tiap orang boleh memilih, tiap-tiap orang boleh masuk di dalam parlement. Tetapi adakah Sociale rechtvaardigheid, adakah kenyataan kesejahteraan di kalangan rakyat?" Maka oleh karena itu Jean Jaures berkata lagi: "Wakil kaum buruh yang mempunyai hak politiek itu, di dalam Parlement dapat menjatuhkan minister. Ia seperti Raja! Tetapi di dalam dia punya tempat bekerja, di dalam paberik, - sekarang ia menjatuhkan minister, besok dia dapat dilempar keluar ke jalan raya, dibikin werkloos, tidak dapat makan suatu apa".

Adakah keadaan yang demikian ini yang kita kehendaki?

Saudara-saudara, saya usulkan: Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-ecomische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini. Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil? Yang dimakksud dengan faham Ratu Adil, ialah sociale rechtvaardigheid. Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan kurang pakaian, menciptakan dunia-baru yang di dalamnya a d a keadilan di bawah pimpinan Ratu Adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat mencinta rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politiek, saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.

Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang kita akan buat, hendaknya bukan badan permusyawaratan politieke democratie saja, tetapi badan yang bersama dengan ma-syarakat dapat mewujudkan dua prinsip: politieke rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid.

Kita akan bicarakan hal-hal ini bersama-sama, saudara-saudara, di dalam badan permusyawaratan. Saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal! Juga di dalam urusan kepada negara, saya terus terang, saya tidak akan memilih monarchie. Apa sebab? Oleh karena monarchie "vooronderstelt erfelijkheid", - turun-temurun. Saya seorang Islam, saya demokrat karena saya orang Islam, saya meng-hendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala negara, baik kalif, maupun Amirul mu'minin, harus dipilih oleh Rakyat? Tiap-tiap kali kita mengadakan kepala negara, kita pilih. Jikalau pada suatu hari Ki Bagus Hadikoesoemo misalnya, menjadi kepala negara Indonesia, dan mangkat, meninggal dunia, jangan anaknya Ki Hadikoesoemo dengan sendirinya, dengan automatis menjadi pengganti Ki Hadikoesoemo. Maka oleh karena itu saya tidak mufakat kepada prinsip monarchie itu.

Prinsip Kelima
Apakah prinsip ke-5?

Saya telah mengemukakan 4 prinsip:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme, - atau peri-kemanusiaan.
3. Mufakat, - atau demukrasi.
4. Kesejahteraan sosial.

Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada "egoisme-agama". Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan!

Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain.

Nabi Muhammad s.a.w. telah memberi bukti yang cukup tentang verdraagzaamheid, tentang menghormati agama-agama lain. Nabi Isa pun telah menunjukkan verdraagzaamheid. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan: bahwa prinsip kelima dari pada Negara kita, ialah Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa!

Disinilah, dalam pangkuan azas yang kelima inilah, saudara- saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula!

Ingatlah, prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, disitulah tempatnya kita mempropagandakan idee kita masing-masing dengan cara yang berkebudayaan!

Pancasila
"Dasar-dasar Negara" telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai Panca Inderia. Apa lagi yang lima bilangannya?

(Seorang yang hadir: Pendawa lima).

Pendawapun lima oranya. Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya.

Namanya bukan Panca Dharma, tetapi - saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. bilangan lima itu?

Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah "perasan" yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri-kemanusiaan, saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan socio-nationalisme.

Dan demokrasi yang bukan demokrasi barat, tetapi politiek- economische demokratie, yaitu politieke demokrasi dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu: Inilah yang dulu saya namakan socio-democratie. Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain. Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socio-nationalisme, socio-demokratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini.

Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?

Gotong Royong
Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus men-dukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Van Eck buat indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, - semua buat semua ! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan "gotong-royong". Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!

"Gotong Royong" adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari "kekeluargaan", saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama ! Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!

Prinsip Gotong Royong diatara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia.

Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Eka Sila. Tetapi terserah kepada tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: trisila, ekasila ataukah pancasila? Is i n y a telah saya katakan kepada saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka yang abadi. Puluhan tahun dadaku telah menggelora dengan prinsip-prinsip itu. Tetapi jangan lupa, kita hidup didalam masa peperangan, saudara- saudara. Di dalam masa peperangan itulah kita mendirikan negara Indonesia, - di dalam gunturnya peperangan! Bahkan saya mengucap syukur alhamdulillah kepada Allah Subhanahu wata'ala, bahwa kita mendirikan negara Indonesia bukan di dalam sinarnya bulan purnama, tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan. Timbullah Indonesia Merdeka, Indonesia yang gemblengan, Indonesia Merdeka yang digembleng dalam api peperangan, dan Indonesia Merdeka yang demikian itu adalah negara Indonesia yang kuat, bukan negara Indonesia yang lambat laun menjadi bubur.

Berhubung dengan itu, sebagai yang diusulkan oleh beberapa pembicara-pembicara tadi, barangkali perlu diadakan noodmaatregel, peraturan bersifat sementara. Tetapi dasarnya, isinya Indonesia Merdeka yang kekal abadi menurut pendapat saya, haruslah Panca Sila. Sebagai dikatakan tadi, saudara-saudara, itulah harus Weltanschauung kita. Entah saudara- saudara mufakatinya atau tidak, tetapi saya berjoang sejak tahun 1918 sampai 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung itu. Untuk membentuk nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia; untuk kebangsaan Indonesia yang hidup di dalam peri-kemanusiaan; untuk permufakatan; untuk sociale rechtvaardigheid; untuk ke-Tuhananan. Panca Sila, itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh-puluh tahun. Tetapi, saudara-saudara, diterima atau tidak, terserah saudara-saudara. Tetapi saya sendiri mengerti seinsyaf- insyafnya, bahwa tidak satu Weltaschauung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit dengan sendirinya. Tidak ada satu Weltanschauung dapat menjadi kenyataan, menjadi realiteit, jika tidak dengan perjoangan!

Janganpun Weltanschauung yang diadakan oleh manusia, jangan pun yang diadakan Hitler, oleh Stalin, oleh Lenin, oleh Sun Yat Sen! "De Mensch", -- manusia! --, harus perjoangkan itu. Zonder perjoangan itu tidaklah ia akan menjadi realiteit! Leninisme tidak bisa menjadi realiteit zonder perjoangan seluruh rakyat Rusia, San Min Chu I tidak dapat menjadi kenyataan zonder perjoangan bangsa Tionghoa, saudara-saudara! Tidak! Bahkan saya berkata lebih lagi dari itu: zonder perjoangan manusia, tidak ada satu hal agama, tidak ada satu cita-cita agama, yang dapat menjadi realiteit. Janganpun buatan manusia, sedangkan perintah Tuhan yang tertulis di dalam kitab Qur'an, zwart op wit (tertulis di atas kertas), tidak dapat menjelma menjadi realiteit zonder perjoangan manusia yang dinamakan ummat Islam. Begitu pula perkataan-perkataan yang tertulis didalam kitab Injil, cita-cita yang termasuk di dalamnya tidak dapat menjelma zonder perjoangan ummat Kristen.

Maka dari itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Panca Sila yang saya usulkan itu, menjadi satu realiteit, yakni jikalau kita ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationali- teit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup diatas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan ke-Tuhanan yang luas dan sempurna, --janganlah lupa akan syarat untuk menyeleng-garakannya, ialah perjoangan, perjoangan, dan sekali lagi pejoangan. Jangan mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia Merdeka itu perjoangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya berkata: Di-dalam Indonesia Merdeka itu perjoangan kita harus berjalan t e r u s, hanya lain sifatnya dengan perjoangan sekarang, lain coraknya. Nanti kita, bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu padu, berjoang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Panca Sila. Dan terutama di dalam zaman peperangan ini, yakinlah, insyaflah, tanamkanlah dalam kalbu saudara-saudara, bawa Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak mengambil risiko, -- tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudera yang sedalam-dalamnya.

Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekad-mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai keakhir jaman! Kemerdekaan hanya- lah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad "Merdeka, -- merdeka atau mati"!

Catatan:
1. ↑ Yang dimaksud Dnepropetrovsk, suatu kawasan industri di mana terdapat bendungan raksasa di sungai Dnepr, dan disitu dibangun stasiun pembangkit tenaga listrik yang merupakan tulang punggung perindustrian Soviet Rusia (ket. - LSSPI)

Survei: 23% Wanita Pernah Berfoto Bugil

Seks adalah urusan pribadi yang kadang karena kecerobohon atau iseng akhirnya menjadi konsumsi publik. Seks yang dulunya hanya diceritakan melalui mulut ke mulut kini bisa dinikmati secara visual. Semuanya berkat perkembangan teknologi yang semakin pesat akhir-akhir ini. Sebuah rilis dari majalah pria terbesar, Playboy mengungkapkan bagaimana teknologi mengubah cara manusia menikmati seks. Survei dilakukan di Amerika Serikat dengan mewawancarai 2300 orang, 1210 pria dan 1100 wanita.
Sebuah survei sejenis yang lebih mendalam pernah dilakukan pada tahun 1983 oleh yayasan hmhfoundation. Dengan membandingkan dua data hasil survei dapat diketahui kecenderungan perubahan perilaku seks akibat perkembangan teknologi.
Di bandingkan tahun 1983 jumlah penonton film porno semakin banyak. Kemungkinan ini disebabkan karena akses internet yang semakin terjangkau dan banyaknya situs-situs porno yang dibuat. Penyaluran libido seks di dunia maya menjadi salah satu alternatif seks yang dilakukan banyak penikmat internet. Jumlah perselingkuhan juga semakin meningkat, terutama dengan semakin menjamurnya web-web media sosial seperti facebook dan twitter.
Berikut ini beberapa hasil survei Playboy terkait hubungan teknologi dengan perilaku seksual manusia sebagaimana dikutip dari situs Today.com
* 78% pria dan wanita mengaku pernah membuka situs porno, bandingkan dengan jumlah 40% pada tahun 1983.
* 76% orang pernah ngeseks di tempat lain selain kamar tidur, dan hanya 35% pada tahun 1983
* 27% pria dan 23% wanita mengaku pernah berfoto bugil di depan kamera. 15% pria dan 9% wanita diantaranya mengaku pernah merekam adegan berhubungan seks mereka dengan video
* 33% pria dan 23% wanita mengunjungi situs kencan online untuk mencari kekasih meskipun mereka sudah memiliki pasasangan resmi
* 31% pria dan 26% wanita mengaku pernah menghubungi dan bertemu dengan mantan kekasih via internet. Pertemuan tersebut terjadi di situs facebook dan classmates.
* 17% pria dan 15% wanita menjawab panggilan telepon saat melakukan hubungan intim
Hasil survei Playboy mengungkapkan ada relasi kuat antara perkembangan teknologi dengan perilaku manusia dalam menikmati seks. Cyber sex adalah contoh perangkap seks di dunia maya akibat teknologi internet yang terus berkembang. Dampak negatif yang lain sangat banyak, salah satunya adalah tersebarnya foto bugil Sarah Azhari. Sepertinya tidak ada yang bisa dilakukan selain melakukan pengawasan melekat pada keluarga masing-masing sehingga dampak negatif teknologi bisa sedikit terhindarkan.
Sumber: http://www.seksualitas.net/survei-23-wanita-pernah-berfoto-bugil.htm

FOTO LUBANG RAKSASA DI JERMAN DAN GUATEMALA, FENOMENA ALAM SINKHOLE

Foto lubang raksasa Jerman ini adalah fenomena alam sinkhole begitu biasanya kemunculan tiba2 lubang raksasa seperti juga terjadi lubang raksasa Guatemala disebut. Lubang raksasa yang muncul tiba-tiba ini juga terjadi di jerman belum lama ini di sebuah kota kecil di Jerman Belum bisa dipastikan penyebab amblesnya tanah hingga menimbulkan lubang mengangga di Kota Schmalkalden Jerman tersebut. Coba anda lihat gambar foto lubang raksasa dibawah ini, jika tertarik silahkan download free atau di save saja.
gambar foto lubang besar guatemala fenomena alam sinkhole

gambar foto lubang besar guatemala fenomena alam sinkhole

gambar foto lubang besar jerman fenomena alam sinkhole

Sebenarnya fenomena alam sinkhole tersebut sebelumnya telah beberapa kali dilaporkan di sejumlah negara, fenomena alam ini diataranya terjadi pada Tahun 2009 dan Tahun 2010, salah satunya yang paling banyak diberitakan adalah kemunculan lubang raksasa Guatemala pada Juni lalu.

Lubang raksasa di tengah kota Guatemala City itu menelan sebuah gedung berlantai tiga dan sebuah rumah sedangkan pada tahun 2009 didaerah yang sama pernah terjadi juga fenomena alam yang sama namun  tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.

Fenomena alam sinkhole yang serupa terjadi juga di Kota Saint-Jude, Montreal, Kanada pada 10 Mei lalu dan menelan  empat korban jiwa dari satu keluarga ketika tiba2 sebuah lubang besar menganga di sekitar rumah mereka ambles, lubang besar Kanada atau Sinkhole Kanada tersebut juga menelan sebuah kendaraan truk yang tengah melintas. Mujur, si pengemudi truk berhasil selamat dalam peristiwa itu.

Fenomena alam sinkhole juga dilaporkan terjadi di China. Lubang besar China  yang muncul tiba-tiba di Yinbin City pada April lalu juga terjadi di daerah-daerah lain. Gambar foto Lubang raksasa china fenomena alam sinkhole China bisa dilihat di situs China Smack.

Lubang raksasa Florida Amerika Serikat juga pernah terjadi beberapa waktu lalu juga ramai diberitakan namun bedanya bagi warga Florida, fenomena alam sinkhole bukanlah hal asing.

Penyebab terjadinya lubang raksasa atau fenomena alam sinkhole menurut Badan Survei Geologi AS umumnya terjadi di daerah-daerah di mana batuan dasar adalah batu-batu gamping, atau bebatuan lain yang bisa dilarutkan dengan air tanah sedangkan menurut Lutz Katschmann, pejabat kantor geologi dan lingkungan hidup negara bagian Thuringia, Jerman, sinkhole kemungkinan disebabkan susunan bebatuan bawah tanah yang retak dan kemudian menciptakan rongga, semoga bermanfaat.  

Sumber: FOTO LUBANG RAKSASA DI JERMAN DAN GUATEMALA, FENOMENA ALAM SINKHOLE - Peluang Usaha

FOTO GUA TERINDAH DI DUNIA

Gambar foto gua terindah di dunia yang merupakan fenomena alam luar biasa. Gua gua alami ini dbentuk oleh alam namun seolah terlihat seperti buatan manusia silahkan cek gambar foto gua paling indah didunia.


Sumber: FOTO GUA TERINDAH DI DUNIA - Peluang Usaha

Pancasila sebagai ideologi



I. Pengertian dan Fungsi Ideologi
Nama ideologi berasal dari kata ideas dan logos. Idea berarti gagasan,konsep, sedangkan logos berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan.

Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut :
  1. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
  2. Oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandanagn dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara diamalkan dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.

Fungsi ideologi menurut beberapa pakar di bidangnya :
  1. Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual. (Cahyono, 1986)
  2. Sebagai jembatan pergeseran kendali kekuasaan dari generasi tua (founding fathers) dengan generasi muda. (Setiardja, 2001)
  3. Sebagai kekuatan yang mampu member semangat dan motivasi individu, masyarakat, dan bangsa untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan. (Hidayat, 2001)

II. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa
Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah Pancasila sebagai cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, serta menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia.
Berdasarkan Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR tentang P4, ditegaskan bahwa Pancasila adalah dasar NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

III. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Makna dari ideologi terbuka adalah sebagai suatu sistem pemikiran terbuka.
Ciri-ciri ideologi terbuka dan ideologi tertutup adalah :

Ideologi Terbuka
a. merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
b. Berupa nilai-nilai dan cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri.
c. Hasil musyawarah dan konsensus masyarakat.
d. Bersifat dinamis dan reformis.

Ideologi Tetutup
a. Bukan merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
b. Bukan berupa nilai dan cita-cita.
c. Kepercayaan dan kesetiaan ideologis yang kaku.
d. Terdiri atas tuntutan konkret dan operasional yang diajukan secara mutlak.

Menurut Kaelan, nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut :
a) Nilai dasar, yaitu hakekat kelima sila Pancasila.
b) Nilai instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaanya.
c) Nilai praktis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.