Hj. Ratu Atut Chosiyah dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1962 di Kampung Gumulung, Desa Kadubeureum, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Ratu Atut adalah sulung dari tiga bersaudara, putra-putri pasangan Haji Tubagus Chasan Sochib dan Hajjah Wasiah. Ratu Atut menjalani masa kecil, tumbuh dan berkembang bersama lingkungan masyarakat agraris dan agamis. Ia menamatkan Sekolah Dasar di kampungnya dan melanjutkan pendidikannya (SMP, SMA, Perguruan Tinggi) di Kota Bandung.
Di Kota Kembang ini pula, ia mulai merintis bisnisnya: berawal dari usaha kecil-kecilan sebagai supplier alat tulis dan kontraktor, kemudian berkembang pesat ke berbagai bidang, terutama perdagangan dan kontraktor. Sebagai pengusaha, Ratu Atut pernah menduduki sejumlah jabatan prestisius, antara lain: Ketua Kama Dagang dan Industri Daerah (KADINDA) Provinsi Banten, Ketua Asosiasi Distributor Indonesia (ARDIN) Provinsi Banten dan aneka organisasi lain.
Sebagai putri Banten, Ratu Atut merasa terpanggil untuk membangun Provinsi Banten, yang terbentuk pada pertengahan tahun 2001, dengan terlibat langsung sebagai pemegang kebijakan dalam pemerintahan. Ia terjun ke dunia birokrasi dengan mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Banten periode 2002–2007. Dalam pemilihan di DPRD Banten, Ratu Atut bersama calon gubernur Djoko Munandar terpilih untuk memimpin Provinsi Banten. Pada tanggal 11 Januari 2002, Hj. Ratu Atut Chosiyah resmi menduduki jabatan Wakil Gubernur Banten. Dan pada awal tahun 2006, ia dipercaya sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur Banten.
Selama Hj. Ratu Atut Chosiyah di pemerintahan, telah banyak pembangunan dan kemajuan di berbagai bidang. Hal itu bisa dilihat dari indikator-indikator ekonomi dan sosial. Pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi Banten meningkat dari 3,72% menjadi 5,33% di tahun 2002 dan terus meningkat di tahun 2003 dan 2004 yang masing-masing mencapai 5,62% dan 5,81%. Di tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten kembali meningkat sekitar 6%. Bahkan di tahun 2006 Pemerintah Provinsi Banten, dibawah kepemimpinan Plt. Gubernur Hj. Ratu Atut Chosiyah, menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%.
Salah satu proyek andalan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi adalah pembangunan Pelabuhan Bojonegara yang akan melengkapi dua pelabuhan besar yang sudah ada: Pelabuhan Penyembrangan Merak dan Pelabuhan Barang Cigading. Proyek Pelabuhan Bojonegara seluas 350 hektar ini rencanaya akan beroperasi pada tahun 2010 dan akan sangat signifikan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten.
Di tengah kesibukannya, istri H. Hikmat Tomet tak melupakan kodratnya sebagai seorang istri dan seorang ibu yang harus mendidik dan membesarkan ketiga anaknya. Pengakuan atas kesuksesannya sebagai seorang ibu, pengusaha dan pemimpin pemerintahan, tampak dari sejumlah penghargaan yang diterimanya, seperti : “Anugrah Citra Perempuan Indonesia” di bidang sosial dan wirausaha dari Yayasan Pesona Indonesia, serta Anugrah Citra Kartini 2003 dari Yayasan Prestasi Indonesia.
Disamping menggenjot roda perkonomian Banten, Ratu Atut juga sangat memperhatikan pembanguan sektor pedesaan. Beberapa program sektor pedesaan seperti program padat karya dalam bentuk pembangunan jalan lingkungan dan program penyediaan fasilitas air bersih dan sarana Madi Cuci Kakus (MCK) untuk meningkatkan kesehatan masyarakat; program Bantuan Keuangan (fresh money) yang diberikan kepada seluruh desa di Provinsi Banten; program Listrik Desa (Lisdes); serta program bantuan keterampilan dan peningkatan usaha mikro serta usaha kecil di pedesaan.
Di bidang kesehatan, Ratu Atut telah mencanangkan program “Banten Sehat 2008”. Program ini diharapkan nantinya akan mampu menciptakan masyarakat Banten untuk hidup dalam lingkungan yang sehat baik itu secara fisik maupun sehat secara sosial kemasyarakatan. Selain itu program ini juga akan membimbing masyarakat untuk selalu berperilaku sehat. Sementara di bidang lingkungan hidup, Ratu Atut mendorong terciptanya lingkungan yang sehat. Salah satu program nyata telah diluncurkan Pemprov Banten yang bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup yaitu program ”Super Kasih” (Surah Penyataan Kali Bersih). Program ini meyertakan dan mengajak para pengusaha untuk ikut menjaga kebersihan kali Cisadane dan Ciliwung.
Saat Pilkada 2006 digelar, atas desakan masyarakat dan panggilan nuraninya Ratu Atut ikut mencalonkan diri sebagai calon gubernur dengan pasangan Mohammad Masduki sebagai calon wakil gubernur. Awalnya banyak pihak yang menentangnya karena oleh sebagian kalangan wanita dinilai tidak layak untuk jadi pemimpin. Namun Ratu Atut tetap bertahan dan berusaha untuk membuktikan dirinya bahwa tanpa memandang jenis, wanita juga mampu untuk memimpin. Berdasarkan hasil penghitungan manual yang dilakukan KPU Provinsi Banten, Ratu Atut memperoleh 1.445.457 (40,15 persen) dari 3.599.850 suara sah. Hasil itu memastikan dirinya memenangi pemilihan kepala daerah Banten yang diselenggarakan pada 26 November 2006, sekaligus juga menyandang predikat sebagai Gubernur wanita pertama di Indonesia.
Keberhasilan Ratu Atut dalam memimpin Banten terungkap secara faktual melalui berbagai indikator. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) yang pada 2001 sebesar 3,95% naik menjadi 5,64% pada semester I 2010. LPE ini, kata Atut, berada di atas rata-rata nasional dengan pendapatan perkapita 13,6%. “Meningkatnya LPE ini dipengaruhi oleh iklim investasi yang semakin baik. realisasi investasi, baik PMA maupun PMDN menduduki peringkat ketiga secara nasional pada tahun 2008/2009 dari 33 provinsi,” jelas Atut saat memberikan sambutan dalam Rapat Paripurna Istimewa Hari Ulang Tahun Provinsi Banten ke-10 di gedung DPRD Banten, Senin (4/10/10).
Capaian pembangunan juga digambarkan dengan indeks pembangunan daerah (IPD) yang diukur berdasarkan tiga komponen, yakni keberdayaan pemerintah daerah, pengembangan wilayah, dan keberdayaan masyarakat. Indeks pembangunan manusia (IPM), pada 2001 sebesar 65,3, telah mengalami peningkatan menjadi 70,06 pada 2009. Kenaikan ini telah menempatkan Banten di atas IPM nasional. Pada bidang pendidikan, indeks pendidikan telah meningkat dari 80,1% pada 2002 menjadi 81,7% pada 2009. Demikian pula pada indeks kesehatan masyarakat, pada 2002 sebesar 62,3% naik menjadi 66,8 pada 2009. Sementara indeks daya beli, dari 57,5% pada 2002 menjadi 61,3 pada 2009. Perkembangan kondisi makro ekonomi di atas, berimplikasi terhadap menurunnya tingkat kemiskinan. Hal lainnya adalah Program pembangunan lisdes (listrik masuk desa) yang diberikan kepada masyarakat secara gratis. Dari 2003 hingga tahun 2010, program lisdes telah menerangi 101.954 rumah secara gratis.
Sementara untuk mengurangi meningkatnya laju pengangguran, Pemprov Banten berupaya melakukan pola pendekatan edukatif, yaitu menyerasikan program pendidikan dan pelatihan keterampilan dengan dunia usaha. Di samping itu Pemprov telah melakukan berbagai upaya menanggulangi kemiskinan melalui tiga klaster program, yaitu klaster pertama dengan bantuan dan perlindungan sosial melalui program raskin, program keluarga harapan, jamkesmas dan jamkesda, serta bantuan beasiswa. Klaster kedua, dengan pemberdayaan melalui dukungan dan pelaksanaan program nasional PNPM Mandiri serta klaster ketiga adalah pemberdayaan usaha mikro dan kredit usaha rakyat.
Kiprahnya dipucuk pimpinan pemerintahan Banten telah menghantarkannya sebagai sosok perempuan pemimpin yang Cakap, Bijaksana dan Teruji. Dalam pandangan banyak tokoh dan masyarakat Banten, Ratu Atut dinilai sebagai putri asli Banten yang merakyat, toleran, dan relegius. Disamping itu dia juga dinilai sebagai orang yang mau berkerja keras dan mempunyai karisma dalam memimpin Banten dan melayani rakyatnya. Ia juga dipandang peduli terhadap kelompok masyarakat marjinal, kaum dhuafa serta pejuang hak-hak perempuan. Dalam konteks itu pula khalayak memintanya untuk meneruskan kembali estafet kepemimpinannya.
*diolah dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar