Selasa, 31 Mei 2011

Profile HJ. RATU ATUT CHOSIYAH.SE (Gubernur Banten)


Hj. Ratu Atut Chosiyah dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1962 di Kampung Gumulung, Desa Kadubeureum, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Ratu Atut adalah sulung dari tiga bersaudara, putra-putri pasangan Haji Tubagus Chasan Sochib dan Hajjah Wasiah. Ratu Atut menjalani masa kecil, tumbuh dan berkembang bersama lingkungan masyarakat agraris dan agamis. Ia menamatkan Sekolah Dasar di kampungnya dan melanjutkan pendidikannya (SMP, SMA, Perguruan Tinggi) di Kota Bandung.

Di Kota Kembang ini pula, ia mulai merintis bisnisnya: berawal dari usaha kecil-kecilan sebagai supplier alat tulis dan kontraktor, kemudian berkembang pesat ke berbagai bidang, terutama perdagangan dan kontraktor. Sebagai pengusaha, Ratu Atut pernah menduduki sejumlah jabatan prestisius, antara lain: Ketua Kama Dagang dan Industri Daerah (KADINDA) Provinsi Banten, Ketua Asosiasi Distributor Indonesia (ARDIN) Provinsi Banten dan aneka organisasi lain.

Sebagai putri Banten, Ratu Atut merasa terpanggil untuk membangun Provinsi Banten, yang terbentuk pada pertengahan tahun 2001, dengan terlibat langsung sebagai pemegang kebijakan dalam pemerintahan. Ia terjun ke dunia birokrasi dengan mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Banten periode 2002–2007. Dalam pemilihan di DPRD Banten, Ratu Atut bersama calon gubernur Djoko Munandar terpilih untuk memimpin Provinsi Banten. Pada tanggal 11 Januari 2002, Hj. Ratu Atut Chosiyah resmi menduduki jabatan Wakil Gubernur Banten. Dan pada awal tahun 2006, ia dipercaya sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur Banten.

Selama Hj. Ratu Atut Chosiyah di pemerintahan, telah banyak pembangunan dan kemajuan di berbagai bidang. Hal itu bisa dilihat dari indikator-indikator ekonomi dan sosial. Pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi Banten meningkat dari 3,72% menjadi 5,33% di tahun 2002 dan terus meningkat di tahun 2003 dan 2004 yang masing-masing mencapai 5,62% dan 5,81%. Di tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten kembali meningkat sekitar 6%. Bahkan di tahun 2006 Pemerintah Provinsi Banten, dibawah kepemimpinan Plt. Gubernur Hj. Ratu Atut Chosiyah, menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%.

Salah satu proyek andalan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi adalah pembangunan Pelabuhan Bojonegara yang akan melengkapi dua pelabuhan besar yang sudah ada: Pelabuhan Penyembrangan Merak dan Pelabuhan Barang Cigading. Proyek Pelabuhan Bojonegara seluas 350 hektar ini rencanaya akan beroperasi pada tahun 2010 dan akan sangat signifikan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten.

Di tengah kesibukannya, istri H. Hikmat Tomet tak melupakan kodratnya sebagai seorang istri dan seorang ibu yang harus mendidik dan membesarkan ketiga anaknya. Pengakuan atas kesuksesannya sebagai seorang ibu, pengusaha dan pemimpin pemerintahan, tampak dari sejumlah penghargaan yang diterimanya, seperti : “Anugrah Citra Perempuan Indonesia” di bidang sosial dan wirausaha dari Yayasan Pesona Indonesia, serta Anugrah Citra Kartini 2003 dari Yayasan Prestasi Indonesia.

Disamping menggenjot roda perkonomian Banten, Ratu Atut juga sangat memperhatikan pembanguan sektor pedesaan. Beberapa program sektor pedesaan seperti program padat karya dalam bentuk pembangunan jalan lingkungan dan program penyediaan fasilitas air bersih dan sarana Madi Cuci Kakus (MCK) untuk meningkatkan kesehatan masyarakat; program Bantuan Keuangan (fresh money) yang diberikan kepada seluruh desa di Provinsi Banten; program Listrik Desa (Lisdes); serta program bantuan keterampilan dan peningkatan usaha mikro serta usaha kecil di pedesaan.

Di bidang kesehatan, Ratu Atut telah mencanangkan program “Banten Sehat 2008”. Program ini diharapkan nantinya akan mampu menciptakan masyarakat Banten untuk hidup dalam lingkungan yang sehat baik itu secara fisik maupun sehat secara sosial kemasyarakatan. Selain itu program ini juga akan membimbing masyarakat untuk selalu berperilaku sehat. Sementara di bidang lingkungan hidup, Ratu Atut mendorong terciptanya lingkungan yang sehat. Salah satu program nyata telah diluncurkan Pemprov Banten yang bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup yaitu program ”Super Kasih” (Surah Penyataan Kali Bersih). Program ini meyertakan dan mengajak para pengusaha untuk ikut menjaga kebersihan kali Cisadane dan Ciliwung.

Saat Pilkada 2006 digelar, atas desakan masyarakat dan panggilan nuraninya Ratu Atut ikut mencalonkan diri sebagai calon gubernur dengan pasangan Mohammad Masduki sebagai calon wakil gubernur. Awalnya banyak pihak yang menentangnya karena oleh sebagian kalangan wanita dinilai tidak layak untuk jadi pemimpin. Namun Ratu Atut tetap bertahan dan berusaha untuk membuktikan dirinya bahwa tanpa memandang jenis, wanita juga mampu untuk memimpin. Berdasarkan hasil penghitungan manual yang dilakukan KPU Provinsi Banten, Ratu Atut memperoleh 1.445.457 (40,15 persen) dari 3.599.850 suara sah. Hasil itu memastikan dirinya memenangi pemilihan kepala daerah Banten yang diselenggarakan pada 26 November 2006, sekaligus juga menyandang predikat sebagai Gubernur wanita pertama di Indonesia.

Keberhasilan Ratu Atut dalam memimpin Banten terungkap secara faktual melalui berbagai indikator. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) yang pada 2001 sebesar 3,95% naik menjadi 5,64% pada semester I 2010. LPE ini, kata Atut, berada di atas rata-rata nasional dengan pendapatan perkapita 13,6%. “Meningkatnya LPE ini dipengaruhi oleh iklim investasi yang semakin baik. realisasi investasi, baik PMA maupun PMDN menduduki peringkat ketiga secara nasional pada tahun 2008/2009 dari 33 provinsi,” jelas Atut saat memberikan sambutan dalam Rapat Paripurna Istimewa Hari Ulang Tahun Provinsi Banten ke-10 di gedung DPRD Banten, Senin (4/10/10).

Capaian pembangunan juga digambarkan dengan indeks pembangunan daerah (IPD) yang diukur berdasarkan tiga komponen, yakni keberdayaan pemerintah daerah, pengembangan wilayah, dan keberdayaan masyarakat. Indeks pembangunan manusia (IPM), pada 2001 sebesar 65,3, telah mengalami peningkatan menjadi 70,06 pada 2009. Kenaikan ini telah menempatkan Banten di atas IPM nasional. Pada bidang pendidikan, indeks pendidikan telah meningkat dari 80,1% pada 2002 menjadi 81,7% pada 2009. Demikian pula pada indeks kesehatan masyarakat, pada 2002 sebesar 62,3% naik menjadi 66,8 pada 2009. Sementara indeks daya beli, dari 57,5% pada 2002 menjadi 61,3 pada 2009. Perkembangan kondisi makro ekonomi di atas, berimplikasi terhadap menurunnya tingkat kemiskinan. Hal lainnya adalah Program pembangunan lisdes (listrik masuk desa) yang diberikan kepada masyarakat secara gratis. Dari 2003 hingga tahun 2010, program lisdes telah menerangi 101.954 rumah secara gratis.

Sementara untuk mengurangi meningkatnya laju pengangguran, Pemprov Banten berupaya melakukan pola pendekatan edukatif, yaitu menyerasikan program pendidikan dan pelatihan keterampilan dengan dunia usaha. Di samping itu Pemprov telah melakukan berbagai upaya menanggulangi kemiskinan melalui tiga klaster program, yaitu klaster pertama dengan bantuan dan perlindungan sosial melalui program raskin, program keluarga harapan, jamkesmas dan jamkesda, serta bantuan beasiswa. Klaster kedua, dengan pemberdayaan melalui dukungan dan pelaksanaan program nasional PNPM Mandiri serta klaster ketiga adalah pemberdayaan usaha mikro dan kredit usaha rakyat.

Kiprahnya dipucuk pimpinan pemerintahan Banten telah menghantarkannya sebagai sosok perempuan pemimpin yang Cakap, Bijaksana dan Teruji. Dalam pandangan banyak tokoh dan masyarakat Banten, Ratu Atut dinilai sebagai putri asli Banten yang merakyat, toleran, dan relegius. Disamping itu dia juga dinilai sebagai orang yang mau berkerja keras dan mempunyai karisma dalam memimpin Banten dan melayani rakyatnya. Ia juga dipandang peduli terhadap kelompok masyarakat marjinal, kaum dhuafa serta pejuang hak-hak perempuan. Dalam konteks itu pula khalayak memintanya untuk meneruskan kembali estafet kepemimpinannya.

*diolah dari berbagai sumber

Usia 11 Tahun, Provinsi Banten Miliki 104 Perguruan Tinggi



TANGERANG—Hal tersebut dinyatakan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dalam acara peresmian program sarjana strata 1 (S-1) dan gedung Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Prasetya Mulya, di Bumi Serpong Damai Barat 1 Pagedangan, Kabupaten Tangerang Jum’at (27/5). Acara diresmikan secara langsung oleh Wakil Presiden RI Boediono dengan penanandatangan batu prasasti. Turut hadir pula Menteri Pendidikan Nasional, M.Nuh, Wakil Bupati Tangerang, Rano Karno, dan Chaiman Exekutive Board Yayasan Prasetiya Mulya, Djisman S. Simanjuntak.
Gubernur Banten dalam sambutannya mengaku sangat bahagia dengan didirikannya STIE Prasetiya Mulya di lingkungan Provinsi Banten. Gubernur berharap STIE Prasetiya Mulya dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Provinsi Banten.
“Di usia yang ke-11, Provinsi Banten sudah memiliki 104 perguruan tinggi, empat di antaranya perguruan tinggi negeri. Berharap dengan semakin banyak sarana pendidikan di Banten ke depan akan bisa menelurkan bibit unggul penerus bangsa” katanya.
Gubernur menaruh harapan besar dari Pemerintah Pusat untuk memberi perhatian lebih pada pendidikan menengah atas di Provinsi Banten. Pasalnya, angka partisipasi kasar (APK) sekolah menengah atau setingkat MA/SMK/SMA/LB di Banten masih di bawah rata-rata Nasional. “Penyebabnya salah satunya karena kekurangan ruangan kelas” lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Presiden RI berbicara mengenai pentingnya pendidikan untuk menyiapkan generasi muda masuk ke dunia kerja. Menurutnya, ke depan akan makin banyak generasi-generasi muda produktif yang muncul. Namun, jika tidak disiapkan, deviden demografi ini bisa mendatangkan kerugian.
“Ini potensial, tapi ada aspek di mana mereka setelah lulus kemudian tidak mendapat pekerjaan dan akhirya timbul gonjang-ganjing. Ke depan harus dibuka jalan bagi anak-anak ini untuk mendapat kerja atau mendapat ruang untuk berkiprah secara produktif” kata Wakil Presiden.
“STIE Prasetiya Mulya memiliki visi besar mendukung program mencerdaskan anak bangsa. Peresmian program sarjana Strata 1 (S-1) merupakan wujud dari keseriusan tersebut” ujar Chairman Executive Board Yayasan Prasetiya Mulya dalam sambutannya.
Hadir pada acara tersebut Sekretaris Daerah Provinsi Banten-H.Muhadi, unsur pimpinan DPRD Banten, Kapolda, Kajati, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Pengadilan Negeri, dan para Kasepuhan Banten.
Sumber : Biro Humas Dan Protokol Setda Provinsi Banten.

Pemkot Tangsel Raih Predikat WTP



SERANG-Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) Keuangan tahun anggaran 2010 itu diserahkan BPK RI Perwakilan Banten kepada delapan kota/kabupaten se-Provinsi Banten di Gedung BPK RI Banten, Jalan Raya Prima, Cinangka, No.1 Palima, Serang, Senin (30/5).
WTP merupakan predikat tertinggi bidang pengelolaan keuangan hasil audit BPK. Dengan predikat WTP berarti pengelolaan keuangan daerah dinyatakan baik, efisien, dan akuntabel sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Hebatnya, Pemkot Tangsel yang baru saja terpisah dari Pemkab Tangerang mendapatkan predikat itu.
Kepala Perwakilan BPK Provinsi Banten Slamet Kurniawan mengatakan, BPK menyampaikan apresiasi serta penghargan yang setinggi-tingginya atas pencapaian kinerja Pemda yang mendapat WTP. Khusus Pemkot Tangsel, Slamet menyatakan pengelolaan keuangan yang baik, bersih dan transparan membuat Pemkot Tangsel berhasil meraih predikat WTP meski baru definitif.
“Kami juga mengacungi jempol karena Pemkot Tangsel yang memang baru saja definif dapat memperbaiki kekurangannya,” katanya.
Slamet melanjutkan, BPK memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Walikota Tangsel beserta segenap jajarannya atas kerja keras dan upaya-upaya perbaikan yang telah dilakukan dalam pengelolaan dan pertangungjawaban keuangan daerah.
“Diharapkan ke depannya Ibu Walikota Tangsel beserta jajarannya dapat melakukan hal yang serupa seperti di tahun ini,” ujarnya. Slamet juga menyatakan, tidak ditemukan salah saji yang material atas laporan keuangan Pemkot Tangsel.
Atas capain tersebut, Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany menyampaikan, dirinya berterimakasih kepada semua pihak dan bertekad untuk lebih baik dalam pengelolaan keuangan daerah sehingga bisa meraih predikat WTP lagi di tahun depan.
“Predikat WTP ini menambah prestasi yang diraih Pemkot Tangsel dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Menurut Airin, predikat WTP bagi Pemkot Tangsel ini merupakan kali pertama. Pihaknya berharap prestasi tersebut dapat dipertahankan. “Minta doanya saja mudah-mudahan bisa dipertahankan,” imbuhnya.
Selain WTP, BPK RI juga memberikan penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan opini disclaimer atau tidak diberikan pendapat terkait hasil pemeriksaan keuangan, masing-masing kepada Kabupaten Serang, Kota Serang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Pandeglang dan Kota Cilegon.
Menurut Kepala Sub Bagian (Kasubag) SDM Hukum dan Humas BPK RI Perwakilan Provinsi Banten, Retno Damayanti mengatakan, permasalahan yang menjadi hambatan beberapa Pemkab/Pemkot di Banten untuk mendapat WTP salah satunya adalah mengenai pencatatan inventarisasi dan penilaian aset tetap. Selain itu juga permasalahan inventarisasi persediaan dan piutang pajak dan retribusi daerah serta pengelolaan dana klaim Jamkesmas di luar APBD.
“BPK juga menemukan permasalahan lain yang berkaitan dengan pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, antara lain; lemahnya pengendalian pemberian bantuan sosial dan hibah; kekurangan volume yang tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak; dan kurangnya verifikasi perjalanan dinas,” katanya.
Retno menuturkan, mengacu pada UU No. 15/2004 pasal 20 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara disebutka bahwa entitas yang diperiksa wajib untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan. Dan, bagi pejabat yang tidak melaksakanan kewajiban menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK RI, maka akan dikenakan sanksi. (mhl) Dari berbagai sumber.
Share/Save/Bookmark

Perekonomian Banten Berbenah Kejar Ketertinggalan Sejajar dengan Ekonomi Nasional







SERANG-Perekonomian Banten berhasil mensejajarkan diri dengan pertumbuhanekonomi nasional.  Dalam kajian yang dirilis Kantor Bank Indonesia awal Mei lalu,disebutkan, kinerja perekonomian Banten triwulan I 2011mengalami peningkatkan. Angkanya  cukup signifikan, menembus besaran 6,52% atau lebih tinggi dibanding  pertumbuhan ekonomi nasional yakni 6,50%.  Ini merupakan level pertumbuhan tertinggi sepanjang sejarah Banten hingga saat ini. Dalam rilisnya, peningkatan ini terjadi karena sektor industri yang didukung oleh sektor utama lainnya seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Faktor itulah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Banten saat ini bisa sejajar dengan ekonomi  nasional. ''Semakin tingginya minat investor pada kedua sektor utama tersebut dan didukung oleh faktor lokasi yang strategis serta tingginya permintaan pasar pada kedua sektor utama tersebut menjadi pendorong utama  kinerja perekonomian Banten saat ini,'' demikian dalam rilis Kantor Bank Indonesia.
Sementara itu, tekanan Inflasi Banten pada triwulan I 2011 sedikit menurun dengan membaiknya pasokan bahan makanan. Peningkatan inflasi Banten pada triwulan IV 2010 terutama dari sisi suplai mulai menurun pada Triwulan I 2011. Inflasi tahunan Banten pada akhir triwulan I 2011 adalah sebesar 5,76%. Ini relatif membaik dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya sebesar 6,10% . Masuknya masa panen padi di Banten dan meningkatnya pasokan bahan makanan lainnya baik dari sentra produksi di Banten maupun luar Banten yang didukung oleh  membaiknya kondisi cuaca mendorong terjadinya peningkatan pasokan bahan makanan di Banten. Hal tersebut  menyebabkan tekanan dari kelompok volatile foods (bahan makanan yang harganya fluktuatif,red) pun menurun.
Terus membaiknya konsumsi, investasi dan ekspor, akan turut menyumbang peningkatan pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan II 2011 dengan proyeksi pertumbuhan pada kisaran 6,58%-6,62% . Kinerja sektor utama perekonomian Banten, yaitu sektor industri pengolahan akan terus meningkat seiring terus membaiknya permintaan barang dan jasa baik dari daerah lain di luar Banten maupun luar negeri. Struktur industri yang erat kaitannya dengan peningkatan jumlah penduduk seperti petrokimia, tekstil dan alas kaki menyebabkan pelaku usaha/investor di sektor utama tersebut terus melakukan ekspansi bisnis melalui investasi peningkatan kapasitas industri dan memperluas pasar produk baik domestik dan luar negeri.
Ekspektasi percepatan realisasi  belanja pemerintah serta prakiraan semakin tingginya kinerja ekspor dan impor menjadi faktor-faktor yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan mendatang dari sisi permintaan. Sementara itu, dari sisi sektoral, hampir seluruh sektor di Banten diperkirakan tumbuh meningkat. Kondisi  tersebut secara simultan akan mendorong perekonomian Banten bertumbuh lebih tinggi pada periode mendatang. Peningkatan kinerja ekonomi diperkirakan berdampak pada peningkatan tekanan inflasi dari sisi permintaan meskipun tidak signifikan. Namun dengan stabilnya pasokan bahan makanan dari sisi penawaran, inflasi Banten diprakirakan berada pada kisaran 4,75% - 5,25%  atau sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan I  2011.
Pencapaian kinerja ini tentu saja pantas disambut gembira oleh seluruh stakeholder di wilayah Banten. ''Namun tidak lantas membuat kita cepat berpuas diri. Pencapaian tersebut justrumenjadi tantangan bagi kita semua, untuk bekerja lebih keras, lebih bersemangat dan penuh motivasi untuk terus meningkatkan laju kinerja pertumbuhan ekonomi Banten,'' kata Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten akhir pekan lalu di Lippo Karawaci seraya menambahkan hal ini seiring dan selaras dengan program pemerintah pusat melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, yang dicanangkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 27 Mei 2011 lalu. Ditambahkan Atut, pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut sempat dilaporkan dirinya dalam video conference dengan Presiden SBY.
Dalam kesempatan itu, Ratu Atut juga melaporkan proyek-proyek yang akan dilaksanakan di wilayah Banten sebagai bagian dari program MP3EI 2011-2025.  Proyek tersebut antara lain pembangunan pabrik baja terpadu di Cilegon, yang merupakan kerjasama investasi antara PT Krakatau Steel (KS) dan Pohang Iron and Steels Company (Posco). Proyek tersebut menelan investasi senilai 6 miliar dolar AS, dengan kemampuan produksi baja hingga 6 juta ton per tahun. Pembangunannya direncanakan akan selesai pada 2013. Pelaksanaan proyek yang akan dilaksanakan dalam dua tahan ini, diperkirakan  akan menyerap tenaga kerja sebanyak 149.000 orang.
Pekerjaan fisiknya sendiri akan dimulai Agustus atau September tahun depan. Sementara untuk tahap kedua, sekitar 30 persen produknya akan diekspor ke Vietnam, sebagai negara yang memiliki industri hilir siap menerima produk pabrik KS-Posco. Pabrik hasil kerja sama ini menjanjikan produk berkualitas tinggi. Pabrik akan menghasilkan  plat mill dengan spefikasi baru, yakni ukuran panjang 4 meter dan ketebalan 100 milimeter. Baja jenis ini digunakan untuk industri kapal-kapal samudera yang berukuran besar. Bahan baku sebagian besar berasal dari dalam negeri. Sedang sisanya, kemungkinan akan diimpor dari negara terdekat, seperti Australia. Pendirian pabrik baja terpadu ini, diperkirakan akan membuat  impor baja nasional turun 20 persen. Tahun ini produksi baja nasional mencapai 5,9 juta ton. Tahun depan, produksi baja nasional ditargetkan bisa mencapai 7,4 juta ton atau  sama dengan produksi 2008. (bb)

ASAL USUL SUKU BADUY




Menyimak cerita rakyat khususnya di wilayah Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak umumnya sewilayah Banten maka suku Baduy berasal dari 3 tempat sehingga baik dari cara berpakaian, penampilan serta sifatnyapun sangat berbeda
I. Berasal dari Kerajaan Pajajaran / Bogor

Konon pada sekitar abad ke XI dan XII Kerajaan Pajajaran menguasai seluruh tanah Pasundan yakni dari Banten, Bogor, priangan samapai ke wilayah Cirebon, pada waktu itu yang menjadi Rajanya adalah PRABU BRAMAIYA MAISATANDRAMAN dengan gelar PRABU SILIWANGI.

Kemudian pada sekitar abad ke XV dengan masuknya ajaran Agama Islam yang dikembangkan oleh saudagar-saudagar Gujarat dari Saudi Arabia dan Wali Songo dalam hal ini adalah SUNAN GUNUNG JATI dari Cirebon, dari mulai Pantai Utara sampai ke selatan daerah Banten, sehingga kekuasaan Raja semakin terjepit dan rapuh dikarenakan rakyatnya banyak yang memasuki agama Islam. Akhirnya raja beserta senopati dan para ponggawa yang masih setia meninggalkan keraan masuk hutan belantara kearah selatan dan mengikuti Hulu sungai, mereka meninggalkan tempat asalnya dengan tekad seperti yang diucapkan pada pantun upacara Suku Baduy “ Jauh teu puguh nu dijugjug, leumpang teu puguhnu diteang , malipir dina gawir, nyalindung dina gunung, mending keneh lara jeung wiring tibatan kudu ngayonan perang jeung paduduluran nu saturunan atawa jeung baraya nu masih keneh sa wangatua”

Artinya : jauh tidak menentu yang tuju ( Jugjug ),berjalan tanpa ada tujuan, berjalan ditepi tebing, berlindung dibalik gunung, lebih baik malu dan hina dari pada harus berperang dengan sanak saudara ataupun keluarga yang masih satu turunan “

Keturunan ini yang sekarang bertempat tinggal di kampong Cibeo ( Baduy Dalam )

dengan cirri-ciri : berbaju putih hasil jaitan tangan ( baju sangsang ), ikat kepala putih, memakai sarung biru tua ( tenunan sendiri ) sampai di atas lutut, dan sipat penampilannya jarang bicara ( seperlunya ) tapir amah, kuat terhadap Hukum adat, tidak mudah terpengaruh, berpendirian kuat tapi bijaksana.

II. Berasal dari Banten Girang/Serang

Menurut cerita yang menjadi senopati di Banten pada waktu itu adalah putra dari Prabu Siliwangi yang bernama Prabu Seda dengan gelar Prabu Pucuk Umun setelah Cirebon dan sekitarnya dikuasai oleh Sunan Gunung Jati, maka beliau mengutus putranya yang bernama Sultan Hasanudin bersama para prajuritnya untuk mengembangkan agama Islam di wilayah Banten dan sekitarnya. Sehingga situasi di Banten Prabu Pucuk Umun bersama para ponggawa dan prajurutnya meninggalkan tahta di Banten memasuki hutan belantara dan menyelusuri sungai Ciujung sampai ke Hulu sungai , maka tempat ini mereka sebut Lembur Singkur Mandala Singkah yang maksudnya tempat yang sunyi untuk meninggalkan perang dan akhirnya tempat ini disebut GOA/ Panembahan Arca Domas yang sangat di keramatkan .

Keturunan ini yang kemudian menetap di kampung Cikeusik ( Baduy Dalam ) dengan Khas sama dengan di kampong Cikeusik yaitu : wataknya keras,acuh, sulit untuk diajak bicara ( hanya seperlunya ), kuat terhadap hukum Adat, tidak mudah menerima bantuan orang lain yang sifatnya pemberian, memakai baju putih ( blacu ) atau dari tenunan serat daun Pelah, iket kepala putih memakai sarung tenun biru tua ( diatas lutut ).

III. Berasala dari Suku Pangawinan ( campuran )

Yang dimaksud suku Pengawinan adalah dari percampuran suku-suku yang pada waktu itu ada yang berasal dari daerah Sumedang, priangan, Bogor, Cirebon juga dari Banten. Jadi kebanyakanmereka itu terdiri dari orang-orang yang melangggar adat sehingga oleh Prabu Siliwangi dan Prabu Pucuk Umun dibuang ke suatu daerah tertentu. Golongan inipun ikut terdesak oleh perkembangan agama Islam sehingga kabur terpencar kebeberapa daerah perkampungan tapi ada juga yang kabur kehutan belantara, sehingga ada yang tinggal di Guradog kecamatan Maja, ada yang terus menetap di kampong Cisungsang kecamatan Bayah, serta ada yang menetap di kampung Sobang dan kampong Citujah kecamatan Muncang, maka ditempat-tempat tersebut di atas masih ada kesamaan cirikhas tersendiri. Adapun sisanya sebagian lagi mereka terpencar mengikuti/menyusuri sungai Ciberang, Ciujung dan sungai Cisimeut yang masing-masing menuju ke hulu sungai, dan akhirnya golongan inilah yang menetap di 27 perkampungan di Baduy Panamping ( Baduy Luar ) desa Kanekes kecamatan Leuwidamar kabupaten Lebak dengan cirri-cirinya ; berpakaian serba hitam, ikat kepala batik biru tua, boleh bepergian dengan naik kendaraan, berladang berpindah-pindah, menjadi buruh tani, mudah diajak berbicara tapi masih tetap terpengaruh adanya hukum adat karena merekan masih harus patuh dan taat terhadap Hukum adat.

Dari suku Baduy panamping pada tahun 1978 oleh pemerintah diadakan proyek PKMT ( pemukiman kembali masyarakat terasing ) yang lokasinya di kampung Margaluyu dan Cipangembar desa Leuwidamar kecamatan Leuwidamar dan terus dikembangkan oleh pemerintah proyek ini di kampung Kopo I dan II, kampung Sukamulya dan kampung Sukatani desa Jalupangmulya kecamatan Leuwidamar .

Suku Baduy panamping yang telah dimukimkan inilah yang disebut Baduy Muslim, dikarenakan golongan ini telah memeluk agama Islam, bahkan ada yang sudah melaksanakan rukun Islam yang ke 5 yaitu memunaikan ibadah Haji.

Kini sebutan bagi suku Baduy terdiri dari :

1. Suku Baduy Dalam yang artinya suku Baduy yang berdomisili di Tiga Tangtu ( Kepuunan ) yakni Cibeo, Cikeusik dan Cikertawana.

2. Suku Baduy Panamping artinya suku Baduy yang bedomisili di luar Tangtu yang menempati di 27 kampung di desa Kanekes yang masih terikatoleh Hukum adat dibawah pimpinan Puuun ( kepala adat ).

3. Suku Baduy Muslim yaitu suku Baduy yang telah dimukimkan dan telah mengikuti ajaran agama Islam dan prilakunya telah mulai mengikuti masyarakat luar serta sudah tidak mengikuti Hukum adat.

Adapun sebutan siku Baduy menurut cerita adalah asalnya dari kata Badui, yakni sebutan dari golongan/ kaum Islam yang maksudnya karena suku itu tidak mau mengikuti dan taat kepada ajaran agama Islam, sedangkan disaudi Arabia golongan yang seperti itu disebut Badui maksudnya golongan yang membangkang tidak mau tunduk dan sulit di atur sehingga dari sebutan Badui inilah menjadi sebutan Suku Baduy.